TRANSLATOR

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

Recent Coments

Recent Post

Random Ayat

Rabu, 29 April 2009

Mukaddimah Fi Zhilal Quran (4)

Al-Haq (Kebenaran) dalam Manhaj Allah merupakan dasar bangunan semesta ini. Ia bukan ada sekonyong-konyong dan tidak pula secara kebetulan tanpa maksud. Sesungguhnya Allah itu adalah al-Haq. Semua yang ada di jagad raya ini keberadaannya bersumber dari keberadaan-Nya.

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ

Yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS Al-Hajj : 62)

Sesungguhnya Allah telah menciptakan alam semesta ini dengan haq dan tidak tercampur sedikitpun dengan bathil (kebatilan).

أَوَلَمْ يَتَفَكَّرُوا فِي أَنْفُسِهِمْ مَا خَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَجَلٍ مُسَمًّى

Tidakkah mereka memikirkan dalam diri mereka bahwa Allah tidak menciptakan langit dan bumi ini dan apa yang ada di atntara keduanya kecuali dengan haq dan batas yang sudah ditentukan… (QS Ar-Rum : 8)

Sebab itu, al-Haq adalah pilar alam semesta. Bila menyimpang darinya, maka alam ini akan rusak dan hancur.

َلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ

Sekiranya al-haq itu mengikuti hawa nafsu (kemauan) mereka, niscaya rusaklah langit dan bumi dan siapa saja yang ada di dalamnya… (QS Al-Mukminun : 71).

Sebab itu, al-Haq itu harus menang dan al-Bathil itu harus lenyap. Kendati fenomena yang nampak bukan seperti itu, namun endingnya akan terlihat dengan jelas.

بَلْ نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ فَيَدْمَغُهُ فَإِذَا هُوَ زَاهِقٌ وَلَكُمُ الْوَيْلُ مِمَّا تَصِفُونَ

Sebenarnya Kami melontarkan yang al-Haq kepada al-Bathil, lalu yang al-Haq itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang al-Bathil itu lenyap. Dan kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensifati (Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya). (QS Al-Anbiya’ : 18)

Sesungguhnya kemabali kepada Allah – sebagaimana nampak saat hidup di bawah naungan Al-Qur’an – hanya satu konsepsi dan satu jalan…. Tidak ada yang lain…. Itulah kembali secara total dalam hidup ini berdasarkan manhaj Allah yang dititahkan-Nya untuk manusia sesuai apa yang tercantum dalam Kitab-Nya (Al-Qur’an). Menjadikan Al-Kitab ini sebagai dasar dan sumber hukum mereka dalam kehidupan ini. Berhukum kepadanya saja dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hidup ini. Jika tidak, keruskan yang akan terjadi di muka bumi – seperti yang kita saksikan saat ini-, celaka bagi manusia, terbenam dalam lembah kehinaan dan terjebak mengikuti Jahiliyah yang menyembah hawa nafsu sebagai tuhan selain Allah.

فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (50)

Maka jika mereka tidak menjawab (seruanmu), ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.(QS Al-Qashash : 50)

Sesungguhnya berhukum pada manhaj Allah yang ada dalam Kitab-Nya (Al-Qur’an) bukanlah perkara sunnah atau tathowwu’ (suka rela) dan tidak pula sebagai pilihan. Melainkan perkara beriman atau tidak beriman.

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا (36)

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS Al-Ahzab : 36)

ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ (18) إِنَّهُمْ لَنْ يُغْنُوا عَنْكَ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَإِنَّ الظَّالِمِينَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُتَّقِينَ (19) هَذَا بَصَائِرُ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ (20)

Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang orang yang tidak mengetahui () Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sedikitpun dari (siksaan) Allah. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, dan Allah adalah pelindung orang-orang yang bertakwa. ()Alquran ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini. (QS Al-Jatsiyah : 18 – 20 )

Nah, masalahnya amat serius… Ia pada dasarnya adalah masalah akidah… Kemudian baru masalah kebahagiaan dan kesengsaraan manusia…

Sesungguhnya manusia ini ciptaan Allah. Tidak mungkin terbuka kunci-kuci fitrahnya kecuali dengan anak-anak kunci yang yang diciptakan Allah pula. Tidak mungkin dapat mengobati penyakit-penyakitnya kecuali melalui obat yang diciptakan Tangan-Nya. Allah menciptakan kunci-kunci itu hanya dalam manhaj-Nya yang akan membuka setiap gembok dan obat bagi setiap penyakit.

Sesungguhnya di sana ada segolongan manusia yang suka menyesatkan dan menipu. Mereka adalah musuh kemanusiaan. Mereka meletakkan manhaj Allah di atas daun timbangan dan hasil-hasil penemuan manusia dalam dunia materi di atas daun timbangan yang satu lagi. Kemudian mereka berkata : Pilihan… Pilihan… Pilih manhaj Allah dalam hidup ini dan tinggalkan semua yang diciptakan tangan manusia dalam dunia materi. Atau ambil semua buah pengetahuan manusia dalam dunia materi dan tinggalkan manhaj Allah..

Ini adalah tipuan yang amat kotor dan menjijikkan… Letak perkaranya sama sekali bukanlah seperti itu. Manhaj Allah itu tidak pernah memusuhi hasil karya manusia. Akan tetapi, Manhaj Allah itu adalah sumber karya dan penemuan itu dan mengarahkannya ke arah benar. Yang demikian itu agar manusia bangkit sebagai Khalifah Allah di muka bumi ini.

Itulah maqam (kedudukan) yang amat mulia yang dianugerahkan Allah kepada manusia. Maqam tersebut merupakan power (kekuatan) yang tersimpan sebagai kompensasi atas kewajiban yang dibebankan pada mereka. Lalu Allah berikan kemampuan kepada manusia untuk menundukkan apa yang ada di langit dan di bumi ini melalui sistem yang ditentukan-Nya sehingga manusia mampu merealisasikannya. Di samping itu, Allah juga mensingkronkan antara penciptaan manusia dengan penciptaan alam semesta agar mereka mendaptkan hak hidup, bekerja dan berkarya, dengan landasan bahwa karya tersebut mesti dalam rangka ibdah kepada Allah, sebagai sarana syukur mereka terhadap nikmat yang melimpah dari-Nya dan terikat pula dengan akad kekhalifahan mereka di atas bumi. Di antara isi akad tersebut ialah, bahwa manusia bekerja dan berkarya harus dalam frame ridha Allah.

Adapun mereka yang menaruh manhaj Allah di atas daun timbangan dan karya manusia dalam dunia materi di atas daun timbangan yang lain, mereka sebenarnya memiliki niat jahat karena mereka sendiri orang-orang jahat yang berupaya selalu mengusir mansusia yang sedang letih dan bingung setelah capek dari terlunta-lunta, kebingungan dan kesesatan. Padahal jiwa mereka sebenarnya merindukan untuk mendengar suara Penasehat Tunggal (Allah), kembali dari tersesat yang mebahayakan dan mendaptkan ketenagan pangkuan Allah.

Sementara di sana ada lagi sekelompok lain yang kekurangan mereka bukan pada niat, akan tetapi merka kurang memiliki pengetahuan yang syamil (konprehensive) dan pemahaman yang mendalam. Mereka terperangah melihat apa yang dicapai oleh manusia dari penemuan-penemuan kekuatan dan sistem-sistem alam semesta ciptaan Allah. Mereka kagum sekali menyaksikan keberhasilan-keberhasilan manusia dalam dunia materi. Kekaguman itu telah membuat dalam diri mereka pemisahan antara kekuatan alam dan kekatan nilai keimanan, efektifitasnya dan pengaruhnya dalam fakta alam dan realitas kehidupan. Lalu mereka menjadikan sistem-sistem alam ini menjadi satu bagian dan nilai-nilai keimanan menjadi bagian lain. Mereka menduga bahwa sistem alam ini berjalan di jalannya tanpa terpengaruh oleh nilai-nilai keimanan. Hasilnya akan sama bagi manusia beriman atau kafir. Apakah mereka mengikuti manhaj Allah atau melanggarnya. Apakah mereka berhukum pada syariat Allah atau dengan syari’at hawa nafsu mansia…

Pendapat seperti itu adalah dugaan belaka, karena memisahkan antara dua sistem Allah yang pada hakekatnya tidaklah terpiasah. Nilai-nilai keiman itu juga bagian dari sistem Allah seperti halnya sistem-ssitem yang ada dalam alam semesta. Hasilnya juga saling terikat. Dan tidak ada alasan memisahkan antara keduanya dalam perasaan dan konsepsi seorang Mukmin.

Inilah konsepsi yang benar yang dibangun Al-Qur’an dalam diri Anda saat Anda hidup di bawah naungan Al-Qur’an. Al-Qur’an membangunnya saat bicara tentang Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) yang hidup di masa lampau, penyimpangan mereka dan pengaruh penyimpangan tersebut pada akhir perjalanan mereka.

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَكَفَّرْنَا عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأَدْخَلْنَاهُمْ جَنَّاتِ النَّعِيمِ (65) وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ مِنْهُمْ أُمَّةٌ مُقْتَصِدَةٌ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ سَاءَ مَا يَعْمَلُونَ (66)

Dan sekiranya Ahli Kitab beriman dan bertakwa, tentulah Kami tutup (hapus) kesalahan-kesalahan mereka dan tentulah Kami masukkan mereka ke dalam surga surga yang penuh kenikmatan.() Dansekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan (Alquran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. Di antara mereka ada golongan yang pertengahan . Dan alangkah buruknya apa yang dkierjakan oleh kebanyakan mereka.(QS Al-Maidah : 65 – 66)

AL-Qur’an membangun konsepsi itu saat bicara tentang janji Nabi Nuh pada kumnya.

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا () يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا () وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا ()

maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun -,() niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,() dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalam-nya) untukmu sungai-sungai. (QS Nuh : 10 – 12)

Al-Qur’an membangun konsepsi tersebut saat bicara tentang adanya ikatan antara realitas jiwa manusia dengan realitas di luar diri mereka yang Allah ciptakan bagi mereka.

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

Sesungguhnya Allah tidak merubah kondisi suatu kaum sehingga mereka merubah (kelemahan) yang ada dalam diri mereka sendiri.. (QS Ar-Ra’d : 11)

Sesungguhnya iman kepada Allah, ibadah kepada-Nya dengan istiqamah, menerapkan syari’at-Nya di atas bumi ini… semuanya merupakan realisasi sistem-sitem Allah. Sistem-sitem yang memiliki efektifitas positif yang mucul dari sumber yang sama dengan istem kauni yang kita lihat pengaruhnya melaluai perasaan/pengalaman dan laboratarium.

Sesungguhnya syari’at Allah merupakan bagian dari sistem Allah secara keseluruhan yang ada dalam alam semesta ini. Menerapkan syari’at tersebut pasti memberikan pengaruh positif dalam perjalan alam dan kehidupan manusia. Syaria’ tersebut merupakan buah dari iman yang tidak mungkin berdiri sendiri tampa dasar/pokoknya yang amat besar. Sebab itu, syari’at Allah diciptakan untuk diterapkan dalam amsyarakat Islam, sebagaiman ia juga diciptakan untuuk berperan dalam membangun masyarakat Islami. Syariat tersebut juga sempurna bersama konsepsi Islam terhadap alam semesta dan terhadap manusia. Apa yang dibangun oleh konsep tersebut ialah taqwa dalam hati, bersih dalam perasaan, fokkus kepada hal-hal besar, ketingian akhlak, konsistensi dalam prilaku. Dan begitulah seterusnya nampak jelas kesmpurnaan dan keselarasan antara sistem-sitem Allah, bersamaan apa yang kita namakan dengan hukum alam dengan apa yang kita namakan dengan nilai-nilai keimanan. Semuanya merupakan bagian dari sunnatullah (sistem Allah) yang konprehensive bagi alam semesta ini.

Manusia juga sebuah kekuatan dari kekuatan-kekuatan yang ada dalam alam semesta. Amalnya, kehendaknya, imannya, kebaikannya, ibadahnya dan aktivitsnya semuanya merupakan kekuatan yang memiliki pengaruh positif di alam ini dan terkait dengan sunnatullah yang ada di alam ini secara keseluruhan. Semuanya bekerja secara serasi. Ia akan memeberikan buah secara sempurna bilamana kekuatan-kekuatan itu berhimpun dan harmonis. Demiakian juga akan melahirkan pengaruh negatif, mengalami kegoncangan dan merusak kehidupan serta menyebarkan kesakitan di antara manusia ketika berbagai kekuatan itu tercerai berai dan saling bertabrakan.

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَأَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri , dan sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui (QS Al-Anfal : 53)
Maka ikatan antara perbutan manusia dengan perasaannya dan atara peristiwa-peristiwa yang terjadi sangatlah kuat dalam sistem Allah yang syamil. Sebab itu, tidak ada inspirasi pemisahan ikatan ini. Tidak pula ada seruan untuk membuatnya tidak harmonis dan tidak ada juga batas antara manusia dan sunnatullah yang berlaku kecuali musuh manusia yang menjauhkannya dari petunjuk (hudan). Hal seperti itu pantas disingkirakan dari jalan menuju Rab (Tuhan Pencipta) yang Maha Mulia.

Inilah sebaigian lintasan pikiran dan perasaan yang lahir dari masa hidup di bawah naungan Al-Qur’an. Semoga Allah memberinya manfaat (bagi pemca) dan memberinya petunjuk. Dan kamu tidak dapat berkehendak kecuali jika Allah menghendakinya.

Read More...

Mukaddimah Fi Zhilal Quran (3)

Jika Anda hidup di bawah naungan Al-Qur’an, Anda pasti akan hidup tenang dan tentram sambil melihat tangan Allah dalam segala kejadian dan dalam segala urusan. Anda hidup dalam pangkuan Allah dan dan penjagaan-Nya sambil menikmati positifitas sifat-sifat-Nya dan perbuatan-Nya.

أَمْ مَنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ

"Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan…." (QS An-Naml : 62)

وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ

"Dan Dialah yang Berkuasa di atas hamba-hamba-Nya dan Dialah yang Maha Bijaksana lagi Mengetahui" (QS Al-An’am : 18)

وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

"… Dan Allah pasti menang atas segala urusan-Nya dan kebanyakan manusia tidak mengetahunya." (QS Yusif : 21)

وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ

"Dan ketahuilah bawa sesungguhnhya Allah membatasi antara seseorang dengan hatinya…" (QS Al-Anfal : 24)

إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ

"Sesungguhnya Rab (Tuhan Pencipta)mu Maha Melaksanakan apa yang Dia kehendaki" (QS Hud : 107)

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا () وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا

"Dan siap ayang bertaqwa kepada Allah, pasti Dia jadikan baginya jalan keluar () dan Dia beri rezki dari arah yang tidak ia duga, dan siapa yang bertawakkal (berserah diri) kepada Allah maka pasti Dia mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (QS At-Thalaq : 2 – 3)

مَا مِنْ دَابَّةٍ إِلَّا هُوَ آَخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا

"Tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya" (QS Hud : 56)

أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ وَيُخَوِّفُونَكَ بِالَّذِينَ مِنْ دُونِهِ

"Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-Nya. Dan mereka menakut-nakuti kamu dengan (sembahan-sembahan) yang selain Allah?.." (QS Az-Zumar : 36)

وَمَنْ يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ

"Siapa yang dihinakan Allah, maka tidak ada seorangpun yang dapat memuliakannya…." (QS AL-Hajj : 18)

وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ

"Dan siapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada baginya seorangpun yang dapat memebrinya petunjuk…" (QS Arra’d : 33)

Sesungguhnya semesta ini tidaklah diatur oleh sistem-sitem bisu. Di sana ada sistem-sistem yang mengatur dan kehendak mutlak. Allahlah yang menciptakan apa saja yang dikehendaki-Nya dan dipilih-Nya. Hidup dibawah nauangan Al-Qur’an mengajarkan Anda bahwa Tangan Allah setiap saat bekerja dengan cara-Nya yang unik. Tidak pantas bagi kita untuk minta dipercepat (isti’jal) dan tidak pula mengusulkan pada Allag akan sesuatu.

Sebab itu, Manhaj Ilahi (Konsep Allah) – sebagaimana jesal di bawah naungan Al-Qur’an- diciptakan untuk diterapkan dalam setiap lingkungan dan setiap marhalah (periode) dari marahalah-marhalah penciptaan manusia. Juga dari setiap kondisi kejiwaan mannusia. Manhaj Allah itu diciptakan untuk manusia yang hidup di atas bumi ini dengan mempertimbangkan fitrah, potensi, kesiapan, kekuatan dan kelemahannya, serta kondisinya yang selalu berubah.

Sesungguhnya Manhaj Allah itu tidak pernah berburuk sangka (engative thinking) terhadap manusia sehingga mengerdilkan peran mereka di atas bumi ini. Atau melecehkan nilai kemanusiaan dengan gambaran kehidupan yang buruk sebagai indivdu atau anggota jamaah (kelompk) manusia. Demikian juga, Manhaj Allah tidak membangun waham khayalan untuk mengangkat derajat mansia di atas derajat, kemampuan dan tugasnya yang telah diciptakan sejak pertama kali Allah menciptakan mereka. Dalam dua kondisi tersebut, Manhaj Allah juga tidak mengharuskan bahwa faktor-faktor pendukung fitrah manusia bisa bangkit hanya dengan sistem sederhana atau jatuh hanya disebabkan goresan pena.

Manusia adalah makhluk hidup dengan jati dirinya, fitrahnya, kecendrungannya dan kesiapannya mampu mengambil Manhaj Allah dengan tangannya agar dapat naik ke tingkat/ derajat kesempurnaan yang paling tinggi yang telah dietapkan untuk mereka berdasarkan penciptaan dan tugas yang dipikulkan atas mereka. Untuk itu, mereka harus menghormati jati diri, fitrah dan faktor-faktor pendukung lain yang menggiring mereka ke jalan kesempurnaan menuju Allah. Sebab itu, Manhaj Allah diciptakan untuk jangka panjang sesuai pengetahuan Zat Pencipta manusia itu sendiri dan yang menurunkan Al-Qur’an ini. Sebab itu pula tidak aka ada dalam Manhaj Allah itu “coba-coba” dan tidak ada pula yang bersifat tergesa-gesa dalam merealisasikan tujuan-tujuannya yang amat mulia.

Adapun Islam, maka ia amatlah mudah dan lentur bersama fitrah yang mendorongnya dari saru sisi dan menahannya dari sisi yang lain. Islam akan meluruskannya ketika ia mulai condong… Akan tetapi tidak dipatahkan dan dihancurkannya. Islam sangat sabar terhadap fitrah bagaikan sabarnya seorang arif yang melihat dengan mata hatinya dan yakin akan tujuan yang sudah digariskan. Hal-hal yang tidak selesai dalam jaulah (putaran perjalan) kali ini akan diselesaikan pada jaulah kedua, ketiga, atau kesepuluh, keseratus dan bahakan jaulah keseribu… Karena waktu itu masih terbuka… Tujuan amatlah jelas… Sedangkan jalan menuju tujuan yang besar itu sangatlah panjang… Itulah Islam yang tumbuh dan membesar secara perlahan, dengan cara yang mudah dan ketenagan… Kemudian wujudlah Islam itu seperti yang dikehndaki Allah.... Islam adalah Manhaj Allah di alam semesta ini

وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللَّهِ تَبْدِيلا

"Dan kamu tidak akan menemukan sunnah (sistem) Allah itu berganti" (QS Al-Ahzab : 62)

Read More...

Mukaddimah Fi Zhilal Quran (2)

Jika Anda hidup di bawah naungan Al-Qur’an, Anda pasti melihat bahwa manusia itu jauh lebih mulia dari penilaian yang pernah dikenal manusia, baik dahulu maupun sekarang. Mereka adalah manusia yang mendapatkan tiupan ruh (nyawa) dari Allah.

فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ (29)

Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka mereka (malaikat) tunduk kepadanya dengan bersujud (QS. Al-Hijr : 29)

Maka dengan tiupan itu pula, manusia berhak menjadi Khalifah-Nya di muka bumi.

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً

Dan ingatklah ketika Rob (Tuhan Pencipta)mu berkata kepada para malaikat : Sesungguhnya Aku menjadikan khalifah di muka bumi…..(QS. AL-Baqarah : 30).

Lalu Dia menundukkan bagi manusia apa saja yang ada di lngit dan di bumi

وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Dan Dia menundukkan bagimu apa saja yang ada di langit dan apa saja yang ada di bumi semuanya sebagai rahmat dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar tanda-tnada bagi kaum yang berfikir. (QS. Al-Jatsiyah : 13)

Dengan begitu hebatnya kemualiaan dan ketinggian yang dianugerahkan kepada Manusia, Allah telah menjadikan sebuah ikatan yang bersumber dari tiupan ilahiyah yang amat mulia. Itulah iakatan akidah fillah. Sebab itu, akidah orang beriman (mukmin) adlah tanah air dan kebangsaannya serta keluarganya. Di atas akidah sajalah manusia berhimpun. Bukan seperti berhimpunnya hewan yang dilandasi kepentingan rumput dan tempat gembala.
Sesungguhnya orang Muslim itu memiliki hubungan keturunan yang jauh yang terbentang jauh ke belakang. Ia adalah salah seorang dari kafilah mulia itu yang membimbing langkahnya bersama kelompok yang mulia pula: Nuh, Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub, Yusuf, Musa, Isa dan Muhammad ;’alaihimush-sholatu wassalam..

وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ

Dan sesungguhnya ini adalah umatmu sebagai umat yang satu dan Aku adalah Rob (Tuhan Pencipta-Mu). Maka bertakwalah pada-Ku. (QS. Al-Mukminun : 52)

Lewat kehidupan di bawah naungan Al-Qur’an, akan nyata di hadapan Anda bahwa kafilah yang mulia yang membentang sejak masa yang amat jauh sebelumnya menghadapi kondisi-kondisi yang mirip. Sebagaimana yang dijelaskan Al-Qqur’an, ada pengalaman-pengalaman yang mirip sepanjang masa kendati berbeda waktu, tempat dan kaum.

Kafilah mulia itu selalu menghadapi kesesatan, kebutaan, hawa nafsu, penindasan, kezaliman, intimidasi dan pengusiran. Namun demikian, kafilah mulia tetap berjalan di atas jalan yang permanen (tsabit), dengan hati yang tenang seraya tsiqah (yakin) meraih pertolaongan Allah, terikat setiap saat pada rojak (sangat berharap) akan terjadinya janji Allah yang Maha Benar.

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِرُسُلِهِمْ لَنُخْرِجَنَّكُمْ مِنْ أَرْضِنَا أَوْ لَتَعُودُنَّ فِي مِلَّتِنَا فَأَوْحَى إِلَيْهِمْ رَبُّهُمْ لَنُهْلِكَنَّ الظَّالِمِينَ (13) وَلَنُسْكِنَنَّكُمُ الْأَرْضَ مِنْ بَعْدِهِمْ ذَلِكَ لِمَنْ خَافَ مَقَامِي وَخَافَ وَعِيدِ (14)


Dan orang-orang kafir itu berkata kepada para Rasul mereka : Kami pasti mengusir kalian dari bumi (negeri) kami, atau kalian kembali ke dalam agama kami. Maka Rab (Tuhan Pencipta) mereka memberikan wahyu kepada mereka : Kami pasti membinasakan orang-orang zalim itu () dan Kami menempatkan kamu di negeri itu setelah (kehancuran) mereka. Yang demikian itu (balasan) bagi orang yang takut (akan menghadap) ke hadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku. (QS Ibrahim : 13 – 14)

Demikianlah Al-Qur’an menyebutkan satu sikap, satu pengalaman, satu ancaman dan satu keyakinan. Janji Allah hanya satu bagi kafilah yang mulia ini. Akhir (ending)-nya juga satu yang ditunggu-tunggu kaum Mukminin pada akhir perjalanan saat mereka menghadapi tekanan, intimidasi dan ancaman…

Jika Anda benar-benar hidup di bawah naungan Kitabullahh; Al-Qur’an, Anda akan belajar darinya bahwa di alam semesta ini tidak ada yang bernama “kebetulan” dan tidak juga yang bernama “terjadi begitu saja’.

إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ

Sesungguhnya Kami ciptakan bagi setiap sesuatu itu dengan kadar (batas).

QS Al-Qomar : 49.

وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا …..

dan Dia menetapkan ukuran-ukuran segala sesuatu (nya) dengan serapi-rapinya.QS. Al-Furqan : 2)

Setiap perkara ada hikmahnya. Akan tetapi hikmah yang ghaib (tersembunyi) yang amat dalam yang bisa saja tidak terbuka untuk pandangan manusia yang amat pendek.

فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا ….

Maka boleh saja kamu membenci sesuatu dan Allah jadikan di dalamnya kebaikan yang banyak (QS Al-Maidah : 19)

وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Dan boleh saja kamu membenci sesuatu sedangkan dia lebih baik bagimu dan boleh saja kamu mencintai sesuatu sedangkan dia lebih buruk bagimu. Dan Allah Maha Mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui (apa-apa). (QS. Al-Baqarah : 216)

Sesungguhnya faktor-faktor penyebab yang dikenal manusia bisa saja menimbulkan efek/pengaruh dan bisa juga tidak berpengaruh. Permulaan/indikator yang biasa dilihat manusia sebagai sebbuah kepastian bisa saja melahirkan hasilnya yang pasti dan bisa juga tidak. Yang demikian itu disebabkan karena faktor-faktor penyebab dan indokator-indikator tersebut bukanlah sebagai pencipta pengaruh dan hasil. Akan tetapi merupakan sebauh Kehendak yang mutlak (pasti dari Allah) yang melahirkan pengaruh dan hasil sebagaimana Kehendak tersebut juga yang melahirkan faktor-faktor penyebab dan indikator-indikator itu.

لا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَلِكَ أَمْرًا

Anda tidak mengetahui bisa saja Allah ciptakan setelah itu suatu perkara (QS. At-Thalaq : 1)

وَمَا تَشَاءُونَ إِلّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

Dan kamu tidak bisa berkehendak kecuali jika Allah Tuhan Pencipta alam semesta menghendaki (nya) (QS At-Takwir : 29)

Orang Mukmin melaksanakan faktor-faktor penyebab karena diperintahkan melakukannya (sebagai ekspresi ibadah kepada-Nya). Dan Allah jualah yang mengaitkan pengaruh dan hasilnya dari apa yang dilakukannya. Ketenagan meraih rahmat Allah, keadila-Nya, hikmah-Nya dan ilmu-Nya sajalah tempat berlindung yang terpercaya serta cara terlepas dari kebimbangan dan keragu-raguan.

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Setan itu menjanjikan kefakiran kepada kami dan menyuruhmu melakukan perbuatan yang keji. Dan Allah menjanjikan bagimu ampunan dan karunia dari-Nya. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) serta Maha Mengetahui (QS Al-Baqarah : 268)

Read More...

Mukaddimah Fi Zhilal Quran (1)

Jika Anda diberi Allah nikmat hidup di bawah naungan Al-Qur’an dalam suatu masa, Anda pasti merasakan nikmat yang luar biasa yang belum pernah Anda rasakan sebelumnya dalam hidup ini. Rasakanlah nikmat yang mengangkat derajat hidup Anda, memberkahi dan mensucikannya.

Hidup di bawah naungan Al-Qur’an adalah sebuah nikmat. Nikmat yang tidak diketahui indahnya kecuali bagi orang yang merasakannya. Nikmat yang mengangkat derajat hidup, memberkahi dan mensucikannya. Jika Anda diberi Allah nikmat hidup di bawah naungan Al-Qur’an dalam suatu masa, Anda pasti merasakan nikmat yang luar biasa yang belum pernah Anda rasakan sebelumnya dalam hidup ini. Rasakanlah nikmat yang mengangkat derajat hidup Anda, memberkahi dan mensucikannya.

Sesunggunya jika Anda hidup di bawah naungan Al-Qur’an, sesungguhnya Anda hidup sambil mendengar Rabb-mu (Tuhan Penciptamu) sedang berbicara denganmu melalui Al-Qur’an ini. Anda adalah hamba yang kerdil dan kecil. Kemuliaan apakah gerangan yang diberikan kepada manusia ini? Kemulian yang amat tinggi dan mulia. Kemuliaan apakah gerangan yang diangkat oleh Tanzil (Al-Qur’an) bagi hidup ini? Kedudukan apapakah gerangan yang akan dianugrahkan oleh Maha Pencipta nan Mulia kepada manusia ini?

Sesungguhnya jika hidup ini dijalankan di bawah naungan Al-Qur’an, Anda dari ketinggian akan melihat Jahiliyah yang sedang melanda muka bumi ini, konsentrasi pemeluknya yang kecil dan kerdil. Anda juga akan heran melihat pengetahuan, konsep hidup dan focus (hidup) para penganut Jahiliyah itu, seperti halnya orang dewasa melihat anak-anak kecil sedang bermain-main. Dan Anda akan lebih heran lagi sambil berkata: Apa gerangan yang sedang menimpa manusia-manusia itu? Mengapa mereka terpuruk ke jurang yang amat kotor dan tidak dapat mengengar seruan yang Maha Tinggi dan Mulia?

Ketika Anda hidup di bawah naungan Al-Qur’an, sesungguhnya Anda hidup dengan konsep yang syamil (comprehensive), berkualitas tinggi dan bersih bagi keberadaan alam semesta dan tujuannya serta tujuan keberadaan manusia. Coba anda bandingkan konsep yang syamil untuk kehidupan, alam semesta dan manusia itu dengan berbagai konsep Jahiliyah yang menjadi sistem hidup manusia di Timur dan Barat, di Utara dan Selatan. Kemudian coba Anda bertanya: Mengapa mereka bisa hidup di lembah kepedihan, di dasar yang paling rendah, dalam kegelapan yang gelap gulita itu? Padahal di samping Jahiliyah itu terdapat tempat hidup yang tinggi (mulia) dan cahaya yang terang benerang.

Jika Anda hidup di bawah naungan Al-Qur’an Anda akan merasakan singkronisai (harmonisasi) yang sangat indah antara gerakan manusia seperti yang dikehendaki Allah dan gerakan alam semesta ini yang diciptakan Allah dengan sangat indahnya. Kemudian Anda akan menyaksikan keterpurukan yang sedang diderita manusia akibat penyimpangannya dari sisitem alam (yang Allah ciptakan). Demikian juga paradoks yang terjadi antara pendidikan yang rusak dan jahat yang dipaksakan dan fitrah manusia yang diciptakan Allah pada mereka. Anda akan melihat sendiri. Setan terkutuk manakah gerangan yang menggiring langkah manusia menuju neraka Jahim? Dan Anda pasti berkata dengan yakin : Alangkah besarnya penyesalan hamba-hamba itu?

Sesungguhnya jika Anda hidup di bawah naungan Al-Qur’an maka Anda akan melihat semseta ini jauh lebih besar dari fenomena yang disaksikan. Lebih besar dari dari hakikatnya, lebih besar dari sisi-sisinya. Kemunculan manusia terbentang pada jalan-jalan yang amat panjang. Kematian bukanlah akhir perjalanan ini. Namun satu fase dari perjalanan itu. Apa yang diperoleh manusia ketika berada di dunia ini bukanlah merupakan semua jatahnya. Namun sebagian saja dari jatah keseluruhannya. Balasan yang lolos sehingga tidak menimpanya di dunia ini, bukan berarti dia lolos pula di sana (akhirat), di mana di sana tidak ada lagi kezaliman, kekurangan dan ditelantarkan.

Sesungguhnya periode yang Anda habiskan di atas bumi ini sesungguhnya merupakan perjalanan alam semesta yang bersahabat, alam berteman dan menhasihi. Alam yang memiliki ruh (nyawa) yang bisa menerima dan menjawab dan sedang mengarah kepada sang Pencipta yang Esa di mana ruh orang Mukmin juga mengarah dengan khusyuk. “Dan kepada Allah sujud siapa saja yang ada di langit dan di bumi, baik dalam keadaan patuh maupun terpaksa, dan demikian pul abayang-bayang mereka di waktu pagi dan sore." (QS. Arro’d : 15) “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Isro’ : 44)

Ketenangan, keluasan, kedekatan dan kepercayaan apa gerangan yang yang dilahirkan konsepsi yang syamil, yang luas dan yang benar ini ke dalam lubuk hatimu saat melihat ketundukan jagat raya ini kepada Allah, Tuhan Pencipta alam semesta?

Read More...

Tafsir Fi Zhilalil Qur'an

Oleh : Asy-syahid Sayyid Qutb
Penerejemah & Komentar : Fathuddin Ja’far

Prolog
Mungkin ada yang bertanya : Kenapa Era Muslim.com yang tampil dengan wajah barunya lebih menawan ini memilih Fi Zhlalil Qur’an dalam rubrik Tafsir? Apa tidak ada karya ulama besar Islam lain sejak Ibnu Abbas (Tafsir Ibnu Abbas) sampai Maududi (The Understanding of Qur’an). Atau karya ulama tetrkemuka Indonesia; buya Hamka yang bernama Tafsir Al-Azhar?

Saudaraku yang tercinta. Pada dasarnya, semua karya ulama Islam yang mu’tamad (memenuhi persyaratan sehingga bisa dijadikan pegangan) sama hebatnya. Karya-karya mereka, khususnya dalam tafsir Al-Qur’an merupakan hasil interaksi mereka dengan Al-Qur’an secara intensif selama mereka hidup. Bahakan tidak jarang, pemahaman mereka terhadap Al-Qur’an yang mendalam dan pengamalan isinya serta penyebaran nilai-nilai yang terkandung di dalamnya secara konsisten menyebabakan mereka menghadapi berbagai ujian, khususnya dari penguasa atau pihak-pihak yang menginginkan Al-Qur’an jauh dari kepala, hati, perasaan dan prilaku umat ini. Itulah yang dihadapi Sayyid Qutb, penulis tafsir Fi Zhilalil Qur’an yang merelakan hidupnya diakhiri di tiang gantung rezim Jamal Abdul Naser demi mempertahankan isi dan kemuliaan Al-Qur’an.

Sebab itu, semua tafsir karya ulama-ualama besara sepanjang sejarah memiliki kelebihan dan keistimewaan. Keistimewaan tersebut terletak pada konsentrasi dan permasalahan yang mereka tekankan sesuai dengan permasalahan yang sedang dihadapi umat di zaman mereka masing masing.

Fi Zhilalil Qur’an juga demikian. Sayyid Qutb hidup di zaman penguasa-penguasa Islam yang amat zalim. Saking zalimnya, mereke memaksa umat ini hidup dengan sisitem jahiliyah yang mereka import dari Barat kolonialis yang nota bene dibungkus ajaran Yahudi dan Nasrani yang jelas-jelas bertentangan dengan inti ajaran Al-Qur’an.

Di zaman Fi Zhilil Qur’an ditulis (sebagian besarnya ditulis Sayyid Qutb di Penjara Mesir), nyaris sulit membedakan antara al-Haq (kebenaran yang datang dari Allah) dan al-Bathil (kebatilan yang datang dari manusia dan setan). Penjajah dengan segala pemikirannya menjadi tuan dan bahkan tuhan yang harus ditaati. Sednagkan penduduk negeri asli yang Muslim menjadi asing dan tamu di negeri sendiri. Antara Tauhid dan Syirik sudah nyaris tanpa beda. Antara iman dan kufur sudah tidak banyak lagi dibicarakan. Antara hati nurani, pikiran sehat dan hawa nafsu sudah samar. Antara carahaya dan kegelapan sudah tidak lagi menjadi perhatian. Bahkan antara Tuhan Pencipta (Allah) dengan berhala-berhala yang disembah, baik dalam bentuk manusia, sistem hgidup, tradisi nenek moyang, akal, ilmu pengetahuan, teknologi, patung, uang, jabatan dan sebagainya sudah tidak dihiraukan.

Bahkan, penguasa-penguasa dunia Islam saat itu dengan mudahnya memaksakan kepada umat ini untuk menerima dan mengakui yang hak menjadi batil, yang batil menjadi hak, yang halal menjadi haram dan yang haram menjadi halal. Lebih dari itu, ulama dan para aktivis dakwah yang menyuarakan al-Haq itu adalah Al-Haq dan al-Bathil itu adalah al-Bathil dimushi, dituduh dengan berbagai tuduhan yang mengerikan, lalu ditangkap, dipenjara dan bahkan Sayyid Qutb sendiri dibunuh di tiang gantung rezim Jamal Abdul Naser.

Dalam salah satu untaian syair, Sayyid Qutb bersenandung:

Saudaraku….. engkau bebas merdeka di balik jeruji besi…
Saudaraku….. engkau bebas merdeka dengan belenggu ini…
Jika engkau benar-benar berlindung pada Allah….maka tipu daya budak-budah itu tidak akan mencelakakanmu..
Saudarakau…. Jika kita mati, bebarati kita akan bertemu dengan para kekasih kita (Rasul, Sahabat dan orang-orang saleh)
Taman syurgawi Tuhanku sudah disiapkan untuk kita…..

Dalam situasi dan kondisi seperti itulah Fi Zhilalil Qiur’an ditulis dan disebarkan. Berkat taufiq dari Allah, sejak Fi Zhilal diterbitkan sampai hari ini, ia tetap menjadi rujukan berjuta-juta umat Islam dan bahkan oleh para ulama sendiri di seluruh penjuru dunia. Atau dengan kata lain, Fi Zhilal tetap menjadi best seller sejak diluncurkan sampai hari ini. Syekh Abdullah Azzam pada pertengahan 80an pernah bercerita: Di Libanon, jika ada percetakan mulai bangkrut, para pemiliknya mencetak Fi Zhilalill Qur’an dan juga buku-buku Sayyid yang lain, maka percetakan tersebut terhindar dari kebangkrutan. Allahu Akbar….

Kenapa Fi Zhila menjadi rujukan uatama saat ini? Jawabannya ialah bahwa situasi dan kondisi kita sekarang tidak jauh berbeda dengan situasi dan kondisi saat Fi Zhilal ditulis sekitar 45 tahun lalu. Bahakn jahiliyahnyapun masih itu-itu juga. Ingkar pada Allah dan Rasul-Nya. Tidak mau menjadikan Al-Qur’an senbagai the way of life. Mempertuhankan akal, ilmu pengetahuan, teknologi, harta dan kedudukan. Berbagai kejahatan dan kezaliman yang timbul akibat jauh dari manhaj Al-Qur’anpun juga masih sangat terasa seperti saat Fi Zhilal diluncurkan. Alangkah miripnya zaman kini dengan masa itu.

Secara umu dapat kita simpulkan bahwa Fi Zhilalil Qur’an memiliki kekuatan yang sangat luar biasa. Di antaranya :

  1. Kekuatan membawa kita tenggelam sambil menyelami ilmu dan hikmah yang ada di dalam Al-Qur’an dengan penuh kenikmatan yang tidak mungkin digambarkan dengan kata-kata.
  2. Kekuatan megikat dan merajut ayat-ayat Al-Qur’an dengan Hadits Rasul Saw. serta Sirah Nabawiyah dan para Sahabatnya, kemudian dikaitkan dengan sitausi dan kondisi kekinian (waqi’).
  3. Kekuatan membangkitkan keyakinan (keimanan), optimisme pada rahmat dan pertolongan Allah dan rasa percaya diri sebagai umat terbaik yang Allah hadirkan ke atas bumi ini.
  4. Kekuatan menggugah pikiran dan perasaan kita sehingga muncul berbagai inspirasi, ide, gagasan dan berbagai pertanyaan yang paralel dengan situasi dan kondisi yang kita lewati sekarang, sehingga kita memahami dengan tepat situasi dan kondisi tersebut dengan ide solusi yang jelas pula.
  5. Kekuatan pencerahan yang luar biasa terkait hakikat Tuhan, manusia, kehidupan dunia, alam semesta, kehidupan akhirat, jahiliyah dan Islam.
  6. Kekuatan penelaahan yang sangat luar biasa dalam hal hakikat Islam dan Jahiliyah, iman dan kufur, serta keunggulan manhaj (konsep) Islam dibandingkan dengan konsep jahiliyah, baik dulu maupun yang ada sekarang yang datang dari Barat maupun Timur.
  7. Kekuatan bahasa yang digunakan karena Sayyid Qutb memang terkenal sebagai seorang penyair kawakan di zamannya dan bahkan beberapa syairnya sampai hari ini belum terkalahkan.

Sungguh Fi Zhuilalil Qur’an adalah kekuatan yang lahir dari keyakinan yang kuat, pamahaman yang mendalam, penerapan dalam kehidupan nyata dan diperjuangakan oleh penulisnya sampai detak jantungnya yang terakhir. Sebenarnya, ada tawaran dari Jamal Abdul Naser bahwa Sayid Qutb dapat selamat dari tiang gantung (hukuman mati) asal mau menandatangani surat minta maaf yang telah disiapkan penguasa. Sambil menuju ke tiang gantung Sayid Qutb berkata :

Sesungguhnya telunjuk saya yang bersaksi dengan mengucap dua kalimat syahadat (Tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah Rasul-nya) minimal lima kali dalam sehari (waktu shalat fardhu) tidak mungkin dia menandatangani atau menulis satu katapun yang menyebabkan saya beredekat-dekat dengan penguasa thaghut (zalim). Jika saya dihukum disebabkan karena al-Haq, maka saya ridha berhukum dengan al-Haq. Namun jika saya dihukum dengan al-Bathil (kebatilan) maka saya lebih besar dari meminta kasih sayang kepada kebatilan itu.

Agar dapat menikmati hidangan Fi Zihalil Qur’an dengan indah dan nikmat, maka pertama kali kami menyajikannya kepada para pembaca/pengunjung ringkasan mukaddimahnya. Ringkasan mukaddimah tersebut kami bagi menjadi empat (4) tulisan. Setelah itu, kami akan menurunkan Fi Zhilalil Qur’an secara tematik, yakni sesuia situasi dan kondisi yang kita hadapi. Hal tersebut kami lakukan agar terasa bahwa Al-Qur’an itu adalah petunjuk hidup (hudan), jalan keselamatan, peringatan, syifa (obat) dan rahmat saat kita berada di dunia ini. Al-Qur’an adalah jalan peningkatan kualitas hidup kita yang sejati saat menjalani kehidupan dunia sementara ini sambil menuju kampung akhirat yang kekal abadi. Itulah jalan al-Haq (jalan kebenaran). Selain Al-Qur’an adalah fatamorgana dan kesesatan.

فَذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّ فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلا الضَّلالُ فَأَنَّى تُصْرَفُونَ

Maka yang demikian itu adalah Allah, Tuhan Penciptamu yang Haq. Maka tidak ada selain Al-Haq itu kecuali kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)? (QS. Yunus : 32)

Selamat menikmati….

Read More...

Kamis, 23 April 2009

Khilafah ( edisi - 4 )

Dinasti Turki Utsmani dan Sekularisasi Turki

Oleh: Ali Rif’an


peace

A. Latar Belakang

Negara Turki modern adalah negara yang terletak di dua benua. Dengan luas wilayah sekitar 814.578 KM2, 97% (790.200 KM2) wilayahnya terletak di benua Asia dan sisanya sekitar 3% (24.378 KM2) terletak di benua Eropa.[1] Posisi geografi yang strategis itu menjadikan Turki sebagai jembatan antara Timur dan Barat. Bangsa Turki diperkirakan berasal dari suku-suku Iran di Asia Tengah.[2] Secara historis, bangsa Turki mewarisi peradaban Romawi di Anatolia, peradaban Islam Arab dan Persia sebagai warisan dari Imperium Usmani serta pengaruh negara-negara Barat Modern. Bahkan, Dinasti Turki Utsmani dianggap sebagai satu-satunya sandungan bagi bangsa Eropa dalam melancarkan ekspansi ke dunia Timur.[3]

Peradaban Islam dengan pengaruh Arab dan Persia menjadi warisan yang mendalam bagi masyarakat Turki sebagai peninggalan Dinasti Usmani. Islam di masa kekhalifahan Turki Utsmani diterapkan sebagai agama yang mengatur hubungan antara manusia sebagai makhluk dengan Khalik, dan juga suatu sistem sosial yang melandasi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Perkembangan selanjutnya memperlihatkan pengaruh yang kuat kedua peradaban tersebut (Arab-Persia) ke dalam kebudayaan bangsa Turki. Kondisi ini sering kali menimbulkan kekeliruan pada masyarakat awam yang sering menganggap bahwa bangsa Turki sama dengan bangsa Arab.

Menurut Harun Nasution, secara politis, periodesasi peradaban Islam terbagi menjadi 3 periode.[4] Pertama,periode klasik (650 M – 1250 M) yang merupakan era perintisan dan kemajuan yang terdiri atas fase ekspansi, integrasi, dan puncak kemajuan (650 M – 1000 M) serta fase dis-integrasi (1000 M – 1250 M). Dunia Islam pada masa ini mengalami kemajuan yang luar biasa. Ilmu pengetahuan berkembang dalam berbagai bidang, baik agama, politik, kesusastraan, filsafat, seni, arsitektur, termasuk dalam bidang kebudayaan. Masa ini sering disebut dengan abad mu’jizat Arab.[5] Sedangkan di fase kedua dari periode klasik, merupakan fase disintegrasi, dimana keutuhan umat Islam dalam lapangan politik mulai pecah dan kekuasaan khalifah menurun sehingga Baghdad dapat dirampas dan dihancurkan oleh Hulaghu Khan pada tanggal 10 Februari 1258 M.[6] Meskipun demikian, di Mesir pada saat yang hampir bersamaan juga berdiri dinasti Mamluk (1250 M -1517 M), serta dinasti Turki Utsmani di Turki (1281-1924 M) yang disinyalir merupakan kerajaan Islam terbesar dan paling lama.[7]

Kedua, periode pertengahan dapat pula di bagi menjadi dua fase, yaitu fase kemunduran (1250 M – 1500 M) dan fase tiga kerajaan besar (1500 M – 1800 M)yakni Kerajaan Utsmani di Turki, Kerajaan Syafawi di Persia, dan Kerajaan Mughal di India. Masa ini berhasil mencapai kemajuan (1500 – 1700 M) dan kemunduran (1700 – 1800 M). Abad pertengahan ini di Eropa sering disebut dengan masa kemunduran Islam.[8] Negara-negara Arab pada abad pertengahan mengalami kemajuan yang sangat pesat pada sekitar abad ke-17, namun pada ahirnya sedikit demi sedikit mengalami kemerosotan di bidang kebudayaan dan kekuasaan.[9]

Tahap ketiga adalah periode modern. Periode ini dimulai pada 1800 - sekarang. Dalam sejarah peradaban manusia, abad ke-18 menempati posisi tersendiri. Ia dipandang sebagai awal dari satu peradaban yang kemudian dikenal dengan masa modern, di bawah dominasi budaya Barat, masa ini ditandai dengan adanya kemajuan pesat dalam bidang sains dan teknologi yang dipandang mampu mengubah hal-hal yang fundamental dalam kehidupan manusia.[10]

Dari preodesasi tersebut di atas, maka Dinasti Turki Utsmani telah mengalami perjalanan dua periode, yakni periode pertengahan dan periode modern. Wilayahnya pun sangat luas yang meliputi: Balkan, Turki, Timur Tengah Arab, Mesir dan Afrika Utara. Sedangkan pengaruhnya sampai ke Asia Tengah, Asia Kecil, Eropa Timur, Laut Merah (Timur Tengah Arab) dan Sahara (Afrika Utara).[11]

Eksistensi dinasti Turki Utsmani yang mempengaruhi tiga benua, sangat penting bagi peradaban Islam selanjutnya. Hal ini didasarkan pada realita sejarah bahwa selama berabad-abad kekuasaannya, Dinasti Turki Utsmani telah memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap perkembangan peradaban, baik di negara-negara Arab, Asia, Afrika maupun Eropa.

Mengingat posisi dan kedudukan Dinasti Turki Utsmani dalam percaturan sejarah peradaban Islam sekaligus sebagai pemegang kunci kekhalifahan terakhir di Dunia Islam yang mendasari penulisan ini.

B. Turki Pra-Islam

Bangsa Turki berasal dari sebuah rumpun bangsa Ural Altaic (rumpun bangsa kulit kuning). Mereka hidup dikaki pegununan Altaic, bagian barat dari padang rumput Mongolia. Kemungkinan besar nenek moyang bangsa Turki mempunyai hubungan yang erat dengan bangsa asli yang mendiami benua Amerika yang berkulit merah (Indian) daripada dengan bangsa yang berdiam di Cina, Bangsa Samoye, Bangsa Hungaria maupun Mongolia. Mereka berkiprah dan mengukur sejarah tidak dengan sebutan bangsa Turki, tetapi bangsa Hun.[12]

Pola kehidupan bangsa ini adalah nomaden serta masih berbudaya primitif. Sistem kekuasaan yang mereka lakukan didasarkan pada aturan adat. Penopang kehidupan mereka adalah penggembala ternak serta melakukan penjarahan terhadap suku-suku yang lebih lemah. Model kehidupan ini telah memupuk kebangaan akan anak laki-laki. Sejak kanak-kanak mereka telah dibiasakan untuk melakukan permainan yang dapa membentuk watak pemberani dan tubuh yang kuat. Mereka mengorganisasi diri dibawah pimpinan yang disebut syah.

Dari segi keyakinan, bangsa Altaic menganut kepercayaan Syaman[13] yakni menyembah unsur-unsur alam dengan perantara totem dan roh. Menurut kepercayaan mereka, dengan upacara penyembahan ini orang akan mampu memiliki kekuatan yang besar untuk digunakan kebaikan ataupun kejahatan.

Dalam kancah politik, bangsa ini telah mampu membangun kerajaan besar yang bernama Attilia pada abad ke-5 M yang terletak ditengah daratan Eropa setelah mereka berpindah dari pegunungan Altaic pada abad ke 3 SM. Kondisi geografis yang didiami bangsa Turki saat itu secara umum menuntut pola hidup berpindah-pindah. Situasi itu memunculkan bentuk kehidupan yang bersuku-suku. Daerah perpindahan bangsa Turki tersebut juga menrupakan daerah transit serta menjadi pusat bertemunya berbagai budaya bangsa yang sedag bermigrasi. Di Daerah oase inilah bangsa Turki memulai kehidupan yang bersifat semi-menetap.[14]

Karena menyadari akan watak bangsa Turki yang suka berpindah-pindah dan menjarah suku lain yang lebih lemah, maka kerajaan-kerajaan yang berkuasa di Timur Tengah mendirikan pertahanan di Transoksania untuk mempertahankan eksistensi mereka dari ancaman bangsa Turki.

Kelompok bangsa Turki yang menetap diperbatasan dengan Timur Tengah inilah lambat laun berasimilasi dengan budaya setempat (Islam). Dalam proses asimilasinya, kelompok ini mulai menyukai budaya baru yang mereka kenal tersebut sehingga mereka berupaya menahan masuknya kawan sesama bangsa Turki yang masih belum berbudaya dan suka merusak. dan inilah awal persinggungan bangsa Turki dengan budaya Islam.

C. Kemunculan Dinasti Turki Utsmani

Dinasti Utsmani berasal dari suku bangsa pengembara Qatigh Oghuz (Kayi)[15], salah satu anak suku Turk yang mendiami sebelah barat gurun Gobi, wilayah Asia Tengah. epemimpin suku Kayi, Sulaiman Syah mengajak anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa Mongol yang menyerang dunia Islam yang berada dibawah kekuasaan Dinasti Khawarizm pada tahun 1219-1229. dan lari ke arah Barat, Asia Kecil dan meminta perlindunga Jalaluddin, pemimpin terahir dinasti Khawarizm di Tranxisonia (Ma Wara’a al Nahri).Setelah serangan bangsa Mongol mereda, mereka berencana pindah ke Syam, namun mendapat kecelakaan hanyut di sungai Euphrat yang tiba-tiba pasang pada tahun 1228 M.[16]

Mereka akhirnya terbagi menjadi 2 kelompok yang pertama ingin kembali ke daerah asalnya; dan ynag kedua meneruskan perjalanan ke Asia Kecil. Kelompok kedua berjumlah sekitar 400 keluarga yang diimpin oleh Arthogol ibn Sulaiman. Mereka menghambakan diri kepada sultan Alauddi II dari Dinasti Saljuk Rum yang berpusat di Kuniya, Anatolia, Asia Kecil.[17]

Tatkala Dinasti Seljuk Rum berperang melawan Romawi Timur (Bizantium), Erthogol membantunya hingga mendapatkan kemenangan. Sultan memberikan hadiah wilayah yang berbatasan dengan Bizantium. Erthagol membangun daerah “perdikan” itu dan berusaha memperluas wilayahnya dengan merebut sebagian wilayah Bizantium. Mereka menjadikan Sogut menjadi pusat kekasaannya yang independen pada tahun 1258 M. Disinilah lahir Utsman yang diperkirakan tahun 1258. Nama Utsman itulah yang diambil sebagai nama untuk Dinasti Turki Utsmani.[18]

Erthogol meninggal tahun 1280 M. Utsman ditunjuk sebagai penggantinyasebagai pemimpin suku bangsa Turki atas persetujuan Sultan Seljuq. Sultan banyak memberikan hak istimewa dan mengangkatnya menjadi Gubernur dengan gelar Bey di belakang namanya.[19]Namun, sebagian ahli menyebut bahwa Utsman adalah anak Sauji. Sauji adalah anak Erthogol, sehingga Utsman adalah cucu dari Erthogol. Sauji telah meninggal sebelum ayahnya dalam perjalanan pulang dari tugas menghadap Sultan Seljuq.

Setelah wilayah kekuasaan Saljuq Rum ditahlukan oleh bangsa Mongol, Utsman memerdekakan diri dan dapat bertahan dari serangan Mongol. Bekas wilayah Saljuq dijadikan basis kekuasaannya dan para penguasa Saljuq yang tersisa mengangkatnya sebagai pemimpin pada tahun 1300 M. maka berdirilah kerajaan utsmaniyah yang dipimpin oleh Utsman dengan gelar Padisyah Alu Utsman atau lebih dikenal dengan Utsman I.[20] Dinasti ini berkuasa kurang lebih selama 7 abad. (625 tahun).

D. Periodesasi Sultan Dinasti Turki Utsmani

Raja-Raja Turki Utsmani bergelar Sultan dan Khalifah sekaligus. Sultan menguasai kekuasaan duniawi, sedangkan khalifah berkuasa di bidang agama atau spiritual.[21] Mereka mendapatkan kekuasaan secara turun temurun, walau tidak harus dari putra pertama, bahkan dapat diwariskan kepada saudaranya.

Khilafah Bani Utsmaniyyah tercatat memiliki kurang lebih 36 orang khalifah, yang berlangsung mulai dari abad 10 Hijriyah atau abad ke enam belas Masehi. Nama-nama mereka sebagai berikut:

No

Nama dan Masa Pemerintahannya


No

Nama dan Masa Pemerintahannya

1.

Utsman I (tahun 1229-1326 M)


20.

Muhammad IV (tahun 1648-1687 M)

2.

Orkhan ( Tahun 1326 – 1359 M)


21.

Sulaiman II (tahun 1687-1691 M)

3.

Murad I (tahun 1359-1389 M)


22.

Ahmad II (tahun 1691-1695 M)

4.

Bayazid I (tahun 1389-1402M)


23.

Mushthafa II (tahun 1695-1703 M)

5.

Muhammad I (tahun 1402-1421 M)


24.

Ahmad III (tahun 1703-1730 M)

6.

Murad II (tahun 1421-1451 M)


25.

Mahmud I (tahun 1730-1754 M)

7.

Muhammad II (tahun1451-1481M)


26.

‘Utsman III (tahun 1754-1757 M)

8.

Bayazid II (tahun 1481-1512 M)


27.

Musthafa III (tahun 1757-1774 M)

9.

Salim I (tahun1512-1520 M)


28.

‘Abdul Hamid I (tahun 1774-1789 M)

10.

Sulaiman al-Qanuni (tahun 1520-1566 M)


29.

Salim III (tahun 1789-1807 M)

11.

Salim II (tahun 1566-1574 M)


30.

Musthafa IV (tahun 1807-1808 M)

12.

Murad III (tahun 1574-1595 M)


31.

Mahmud II (tahun 1808-1839 M)

13.

Muhammad III (tahun 1595-1603 M)


32.

‘Abdul Majid I (tahun 1839-1861 M)

14.

Ahmad I (tahun 1603-1617 M)


33.

‘Abdul ‘Aziz I (tahun 1861-1876 M)

15.

Mushthafa I (tahun 1617-1618 M)


34.

Murad V (tahun 1876-1876 M)

16.

‘Utsman II (tahun 1618-1622 M)


35.

‘Abdul Hamid II (tahun 1876-1909 M)

17.

Mushthafa I (tahun 1622-1623 M)


36.

Muhammad Risyad V (tahun 1909-1918 M)

18.

Murad IV (tahun 1623-1640 M)


37.

Muh. Wahiddin (II) (tahun 1918-1922 M)

19.

Ibrahim I (tahun 1640-1648 M)


38.

‘Abdul Majid II (tahun 1922-1924 M).

Dalam sekian lama kekuasaannya, yakni sekitar 625 tahun, tidak kurang dari 38 sultan. Dari 38 sultan yang pernah memerintah Turki Utsmani, Syafiq A. Mughni membaginya ke dalam lima periode:[22]

1. Periode pertama (1229- 1402 M). Periode ini dimulai darii berdirinya kerajaan, ekspansi pertama sampai kehancuran sementara oleh serangan Timur Lank. sultan-sultan yang memimpin pada periode ini adalah Utsman I, Orkhan, Murad I, dan Bayazid I.

2. Periode kedua (1402-1556 M). Periode ini ditandai dengan restorasi kerajaandan cepatnya pertumbuhan sampai pada ekspansinya yang terbesar khususnya pada masa Sultan Salim I putra sultan Bayazid II yang berhasil menguasai Afrika Utara, Syiria, dan Mesir yang pada waktu itu Mesir diperintah oleh kaum Mamluk yang dipimpin oleh al Mutawakkil ‘Ala Allah pada 1517 M. Sultan-sultan yang memimpin pada periode ini adalah Muhammad I, Murad II, Muhammad II, Bayazid II, Salim I dan Sulaiman I Al Qanuni.[23]

Pada periode ini Dinasti Turki Utsmani mencapai masa keemasannnya pada masa pemerintahan Sulaiman I Al Qanuni. Wilayahnua meliputi Daratan Eropa hingga ustria, Mesir, Afrika Utara, Al Jazair, Asia hingga ke Persia; serta melingkupi Lautan Hindia, Laut Arabia, Laut Merah, Laut Tengah, dan Laut Hitam. Ia dijuluki Al Qanuni karena memberlakukan undang-undang dinegerinya. Orang Barat menyebutnya The Magnificient[24] (Sulaiman yang agung), karena Al Al Qanuni-lah yang menyebut dirinya sultan dari segala sultan.

3. Periode ketiga (1556-1699M). Periode ini ditandai dengan kemampuan dalam mempertahankan wilayahnya karena masalah perang yang terus menerus terjadi karena alasan domestik, disamping juga gempuran dari daerah luar. Sultan-Sultan yang memimpin pada periode ini adalah: Salim II, Murad III, Muhammad III, Ahmad I, Mustafa I, Utsman II, Mustafa I (yang keduakalinya), Muarad IV, Ibrahim I, Muhammad IV, Sulaiman III, Ahmad II, dan Mustafa II.[25]

4. Periode keempat (1699-1839 M). Periode ini ditandai dengan bersurutnya kekuatan kerajaan dan terpecahnya wilayah di tangan para penguasa wilayah. Sultan-sultannya adalah sebagai berikut: Ahmad III, Mahmud I, Utsman III, Mustafa III, Abdul Hamid I, Salim III, Mustafa IV, dan Mahmud II.

5. Periode kelima (1839-1922 M). Periode ini ditandai oleh kebangkitan kultural dan administratif dari negara di bawah pengaruh ide-ide Barat. Sultannya adalah Abdul Majid I, Abdul Aziz, Murad V, Abdul Hamid II, Muhammad V, Muhammad VI, dan Abdul Majid II. Sultan sebagaimana yang tersebut terahir hanya bergelar khlaifah, tanpa sultan yang ahirnya diturunkan pula dari jabatan khalifah.[26]

E. Perluasan Wilayah dan Kemajuan Peradaban

1. Perluasan WilayahTurki Utsmani

Kerajaan Utsmani – sebagaimana kerajaan Romawi dan kekhalifahan Abbasiyah- pada umumnya lebih menekankan aspek militer dan mengembangkan prinsip dinasti dalam organisasinya. Personifikasinya diwakili oleh sosok Khalifah-Sultan.[27] Setelah Utsman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah al Utsman pada tahun 699 H/1299 M, dia mulai memperluas wilayahnya. Perluasan wilayah (ekspansi) para sultan Utsmani menjadi model. Untuk itu, Orkhan membentuk pasukan yang tangguh yang dikenal dengan Jassinary (Inkisyariyah).[28] PasukanJessinary (Inkisyariyah)adalah tentara utama yang terdiri dari bangsa Georgia dan Armenia yang baru masuk Islam.[29] Dengan pasukan ini, seolah-olah Dinasti Utsmani memiliki mesin perang yang paling kuat dan telah memberikan dorongan yang sangat besar bagi penahlukan negeri-negeri non-muslim.

Puncak ekspansi terjadi pada masa Muhammad II yang dikenal dengan Al Fatih. Kota penting yang berhasil ditahlukkan adalah Konstantinopel pada tahun 1453 M yang merupakan Ibu Kota Kerajaan Romawi Timur (Bizantium) yang kemudian dirubah menjadi Istambul setelah berlangsungnya pengepungan selama 53 hari. Kejatuhan Konstantinopel memudahkan tentara Turki Utsmani menahlukan wilayah lainnya, seperti Serbia, Albania dan Hongaria, sampai ke perbatasan Bundukia.[30]

Paling tidak ada 5 faktor utama ynag menyebabkan kesuksesan Dinasti Turki Utsmani khususnya dalam perluasan wilayah, yaitu: (1) Kemampuan orang Turki dalam strategi perang dan adanya cita-cita mendapatkan ghaniman; (2) Gaya hidup orang Turki yang sederrhana dan selalu berpikiran maju; (3) Semangat Jihad dan ingin mengembangkan Islam; (4) Letak Istambul yang sangat strategis diantara benua Eropa dan Asia di samping pernah sebagai pusat peradaban Dunia; (5) Kondisi kerajaan disekitarnya yang sudah rapuh, sehingga memudahkan Turki Utsmani untuk menahlukannya.[31]

Luasnya wilayah kekuasaan Turki Utsmani dapat dilihat dari masa kejayaannya meliputi daratan Eropa dan Austria; Mesir dan Afrika Utara hingga Aljazair dan Asia hingga ke Persia. Disamping itu, wilayahnya juga meliputi Lautan Hindia, lautan Arabia, laut Merah, laut Tengah dan Laut Hitam.[32] (Lihat dalam lampiran 1.)

2. Kemajuan Peradaban Dinasti Turki Utsmani

Meskipun Dinasti Turki Utsmani berkuasa cukup lama (125801924), tidak berarti bahwa peradabannya maju pesat seperti pada masa Dinasti Abbasiyah. Hal ini dikarenakan salah satunya oleh politik ekspansinya yang tidak diikuti dengan pembinaan wilayah tahlukannya. Disamping itu, sultan-sultan yang berkuasa pasca ditahlukannya Konsantinopel, khususnya setelah pemerintahan Sulaiman I mulai menunjukkan kelemahan.

Perkembangan peradapan yang dicapai pada masa Dinasti Turki Utsmani yang paling berpengaruh antara lain:

1. Bidang militer, Dinasti Utsmani pada awal berdirinya telah membentuk kesatuan militer yang disebut Yenisseri serta dikembangkan sejumlah korp atau cabangnya. Seluruh pasukan militer dididik dan dilatih dalam sarana militer dengan semangat perjuangan Islam.

2. Bidang pemerintahan, bentuk kerajaan Turki Utsmani mengikuti sistem feodal, dimana sultan adalah penguasa tertinggi baik dalam bidang agama, pemerintahan, politik bahkan masalah perekonomian. Orang kedua adalah wazir dan amir sebagai pengganti Sultan. serta qadhi danmufti.

3. Bidang Agama dan budaya, bahwa Turki Utsmani adalah perpaduan dari berbagai kebudayaan, yaitu Arab, Bizantium serta Persia.[33] Dari persia menerima ajaran etika dan tata krama, dari Bizantium tentang organisasi pemerintah dan prinsip-prinsip kemiliteran, serta dalam kebudayaan Arab tentang prinsip ekonomi, kemasyarakatan dan ilmu pengetahuan. Sedangkan dalam Aspek agama, para mufti mendapat kedudukan yang tinggi, tanpa legitimasi mufti, keputusan hukum kerajaan tidak dapat berjalan.

4. Bidang intelektual, adaah dengan terbitnya 2 surat kabar, yaitu berita harian takvini Veka (1831) dan jurnal Tasviri Efkyar (1862) danTerjumani Ahval (1860).

5. Bidang Sastra dan Bahasa, pada masa ini muncul sastrawan-sasrawan denan hasil karyanga setelah menamatkan dari luar negeri. Karya-karya mereka dalam bentuk qasidah, ghazal, masnawi dan ruba’i. diantara tokohnya adalah Baki (1526-1600 M), dan Nef’i (1582-1636).

6. Bidang Administrasi, terbentuknya tata laksana administasi pemerintahan yang adil dan rapi. Di samping itu, para sultan mengembangkan sektor ekonomi dengan mengalakkan perdagangan di antara mereka.[34]

7. Bidang arsitektur, selain berdirinya masjid-masjid yang indah, diantaranya Masjid Agung Muhammad al Fatih, Masjid abu Ayub al Anshari, serta masjid Aya Shopia yang merupakan bekas gereja.

8. Dalam bidang pendidikan, berdirilah sekolah dasar dan menengah pada 1861, Perguruan Tinggi (1869) dengan guru yang didatangkan dari Iran dan Mesir. juga mendirikan fakuktas kedokteran dan hukum.[35] Di samaping itu, pada masa ini juga terjadi penulisan sejarah. pada awalnya dalam bahasa Arab, kemudian diterjemah dalam bahasa Turki.[36] Dalam Madrasah tingkat rendah mengajarkan Nahwu (tata bahasa Arab), Sharaf (sintaks), Mantiq (logika), teologi, astronomi, geometri dan retorika.[37]

F. Pembaharuan Turki Utsmani; Penghapusan system Kekhalifahan

Yang dianggap sebagai momentum pertama kontak antara Turki dengan dunia Barat yang disebut dengan era baru adalah jatuhnya konstantinopel, ibukota Bizantium, ke tangan pasukan Turki Usmani dibawah pimpinan Sultan Muhammad II Al Fatih pada tahun 1453.[38] Konstantinopel yang selanjutnya diganti menjadi Istanbul, adalah suatu kota metropolis yang berada di benua Asia dan Eropa. Inilah titik awal masa keemasan Turki Usmani, yang terus cemerlang hingga abad ke-18 dengan wilayah kekuasaan yang sangat luas membentang dari Hongaria Utara di Barat hingga Iran di Timur; dari Ukrania di Utara hingga Lautan India di Selatan.

Turki Usmani berhasil membentuk suatu Imperium besar dengan masyarakat yang multi-etnis dan multi-religi yang berasilimilasi secara lentur.[39] Kebebasan dan otonomi kultural yang diberikan Imperium kepada rakyatnya yang non-muslim, adalah suatu bukti bagi dunia kontemporer bahwa sistem kekhalifahan dengan konsep Islam telah mempertunjukkan sikap toleransi dan keadilan yang luhur.

Sultan adalah sekaligus khalifah, artinya sebagai pemimpin negara, Ia juga memegang jabatan sebagai pemimpin agama. Kekhalifahan Turki Usmani didukung oleh kekuatan ulama (Syeikhul Islam) sebagai pemegang hukum syariah (Mufti) dan Sad’rul A’dham (perdana Mentri) yang mewakili Kepala Negara dalam melaksanakan wewenang Dunianya.[40] Disamping juga didukung kekuatan tentara, yang dikenal dengan sebutan tentara Janisssari. Kekuatan militer yang disiplin inilah yang mendukung perluasan Imperium Usmani, dan juga yang menyebabkan keruntuhannya pada abad ke-20.

Kegagalan pasukan Turki dalam usaha penaklukan Wina pada tahun 1683, merupakan suatu awal memudarnya kecermelangan Imperium Turki.[41]Kekalahan tersebut dimaknai sebagai melemahnya kekuatan pasukan Turki dan menguatnya pasukan Eropa. Lebih disadari lagi bahwa kekalahan itu menandai kelemahan teknik dan militer pasukan Turki. Inilah yang menjadi awal munculnya upaya mencontoh teknologi militer Barat yang dianggap telah maju. Selanjutnya kondisi ini membawa Turki Usmani pada suatu masa pembaruan atau modernisasi.

Perintis modernisasi (pembaharuan) adalah Sultan Mahmud II[42], kemudian dilanjutkan oleh Tanzimat[43] yang berahir dengan wafatnya Ali Pasya (1871). Kemudian dilanjutkan pada masa Utsmani Muda. Tokohnya adalah Ziya Pasya (1825-1880) dan Namik Kemal (1840-1888). Utsmani Muda adalah golongan intelektual kerajaan yang menentang kekuasaan absolut sultan. Utsmani Muda berasal dari perkumpulan rahasia yang didirikan pada 1865 dengan tujuan merubah pemerintahan absolut kerajaan Turki Utsmani menjadi konstitusional.[44] Namun, kelemahan mendasar adalah treletak pada tidak adanya golongan menengah yang berpendidikan lagi kuat perekonomiannya untuk mendukung mereka.[45]

Pembaharu pasca-Utsmani Muda adalah Turki Muda. Merekan adalah kalangan intelektual yang lari ke kuar negeri dan dari sana melanjutkan oposisi mereka. Gerakan dikalangan militer menjelma dalam bentuk komite-komite rahasia. Oposisi dari berbagai kelompok inilah yang kemudian dikenal dengan Turki Muda. Tokoh utamanya adalah Ahmed Riza (1859-19310, Mahmed Murad (1853-1912) dan Pangeran Sahabuddin (1877-1948). [46] Ide pembaharuanya adalah bahwa yang menyebabkan kemunduran Turki Utsmani adalah terletak pada sultan yang mempunyai kekuasaan absolut. oleh karena itu, kekuasaan sultan harus dibatasi. Pada tataran ide pembatasan inilah, ide-ide Barat mulai masuk dalam aspek mencari format pemerintahan yang konstitusional.

Kondisi porak porandanya Imperium Turki Utsmani abibat peprangan yang terus menerus, serta ekonomi negara yang devisit inilah menumbuhkan semangat nasionalisme pada generasi muda Turki ketika itu. Pemikiran tentang identitasa bangsa dan pentingnya suatu negara nasionalis yang meliputi bangsa Turki menjadi wacana yang banyak diperdebatkan.

Setelah Perang Dunia I pada tahun 1918, dengan kekalahan pihak Sentral yang didukung oleh Turki, Imperium Turki Usmani mengalami masa kemuduran yang sangat menyedihkan. Satu persatu wilayah kekuasaan yang jauh dari pusat membebaskan diri dari kekuasaan Turki Usmani.[47] Bahkan lebih buruk lagi negara-negara sekutu berupaya membagi-bagi wilayah kekuasaan Turki untuk dijadikan negara koloni mereka.

Pada tahun 1919-1923 terjadi revolusi Turki setelah Turki Muda di bawah pimpinan Mustafa Kemal. Kecemerlangan karier politik Mustafa Kemal dalam peperangan, yang dikenal sebagai perang kemerdekaan Turki, mengantarkannya menjadi pemimpin dan juru bicara gerakan nasionalisme Turki. Gerakan nasionalisme ini, yang pada waktu itu merupakan leburan dari berbagai kelompok gerakan kemerdekaan di Turki, semula bertujuan untuk mempertahankan kemerdekaan Turki dari rebutan negara-negara sekutu. Namun pada perkembangan selanjutnya gerakan ini diarahkan untuk menentang Sultan.

Mustafa Kemal (1881-1938) mendirikan Negara Republik Turki di atas puing-puing reruntuhan kekhalifahan Turki Usmani dengan prinsip pembaharuannya Westwenalisne, Sekularisme, dan Nasionalisme.[48] Meskipun demikian, Mustafa Kemal bukanlah yang pertama kali memperkenalkan ide-ide tersebut di Turki. Gagasan sekularisme Mustafa Kemal banyak mendapat inspirasi dari pemikiran Ziya Gokalp (1875-1924), seorang sosiolog Turki yang diakui sebagai Bapak Nasionalisme Turki. Pemikiran Ziya Gokalp adalah sintesa antara tiga unsur yang membentuk karakter bangsa Turki, yaitu ke-Turki-an, Islam serta Modernisme.

Kronologi sejarah di atas, penulis uraikan untuk menerangkan suatu kondisi sosial politik Imperium Usmani yang pada ujungnya membentuk pemikiran dan gerakan sekuler Mustafa Kemal. Politik Kemalis ingin memutuskan hubungan Turki dengan sejarahnya yang lalu supaya Turki dapat masuk dalam peradaban Barat.

Akhirnya Dewan Nasional Agung pada tanggal 29 Oktober 1923 memproklamasikan terbentuknya negara Republik Turki dan mengangkat Mustafa Kemal sebagai Presiden Republik Turki. Pada tanggal 3 Maret 1924 Dewan Agung Nasional pimpinan Mustafa Kemal menghapuskan jabatan khalifah. Khalifah Abdul Majid sebgaai khalifah terahir diperintahkan meninggalkan Turki.[49] Pada tahun 1928 negara tidak ada lagi hubungannya dengan agama. Sembilan tahun kemudian, yaitu setelah prinsip sekulerisme dimasukkan ke dalam konstitusi di tahun 1937, Republik Turki dengan resmmi menjadi Negara sekuler.

Perlu dipahami bahwa, sekulerisasi yang dijalankan oleh Mustafa Kemal tidak sampai menghilangkan agama. Sekulerisasinya berpusat pada kekuasaan golongan ulama dalam soal negara dan dalam soal politik. Yang terutama ditentangnya ialah ide negara Islam dan pembentukan negara Islam. Negara mesti dipisahkan dari agama. Institusi-institusi negara, sosial, ekonomi, hukum, politik, dan pendidikan harus bebas dari kekauasaan syari’at. Namun, negara tetap menjamin kebebasan beragama bagi Rakyat.[50]

G. Reformasi Peradaban dan Budaya Pasca-Penghapusan Kekhalifahan

Kemajuan Barat dan kolonialisme telah menyudutkan sejarah dan identitas Islam pada titik kemunduran. Sepanjang Abad ke-19, Barat telah mendesak Islam dari berbagai sudut, baik militer, ekonomi maupun politik.[51] Dengan setting sosio-politik dan historis yang terjadi mendorong para pembaharu, khususnya Mustafa Kemal Atatruk melakukan beberapa perubahan dan pembaharuan dalam beberapa sektor, diantaranya sektor agama, bahasa, pemerintahan serta hukum.

1. Reformasi sektor Agama

Peradaban menurut Mustafa Kemal, berarti peradaban Barat. Tema utama dari pandangannya tentang pem-Barat-an adalah bahwa Turki harus menjadi bangsa Barat secara utuh. kkonsep utamanua adalah Westernisasi, sekulerisasi, dan nasionalisme.[52] Untuk itu dalam aspek agama, Pemerintah Kemalis mengeluarkan kebijakan larangan menggunakan pakaian-pakaian yang dianggap pakaian agama di tempat-tempat umum dan menganjurkan masyarakat Turki menggunakan pakaian sebagaimana orang-orang Barat berpakaian (berjas dan bertopi). Peraturan ini mulai efektif pada November 1925 dan hingga saat ini masyarakat Turki menggunakan pakaian ala Barat.[53] Sampai saat ini pemakaian jas sudah menjadi ciri umum dari masyarakat Turki.

2. Reformasi sektor Linguistik

Selain reformasi agama, reformasi yang paling penting dari rezim Kemalis adalah reformasi bahasa. Tulisan Arab diganti dengan tulisan Latin, berdasarkan undang-undang yang diputuskan oleh Dewan Nasional Agung pada 3 Novemeber 1928. Tujuan reformasi bahasa adalah membebaskan bahasa Turki dari ‘belenggu’ bahasa asing. Penekanannya adalah pemurnian bahasa Turki dari bahasa Arab dan Persi. Mustafa Kemal mengadakan kunjungan di banyak tempat untuk mengajar secara langsung tulisan baru pada rakyat Turki.[54]

Reformasi bahasa ini memberi sumbangan yang berharga bagi perkembangan linguistik bahasa Turki saat ini. Penelitian yang mendalam terhadap akar bahasa dan struktur bahasa Turki membuktikan bahwa bahasa Turki termasuk kelompok bahasa Altay, yaitu bahasa-bahasa yang dipergunakan bangsa-bangsa yang mendiami wilayah yang membentang dari Finlandia hingga Manchuria. Dari segi gramatikal, bahasa Turki termasuk bahasa aglutinatif, yaitu bahasa berimbuhan. Struktur sintaksis memperlihatkan pola Objek-Predikat, dimana Predikat selalu berada di akhir kalimat. Ciri-ciri struktural bahasa Turki memperlihatkan perbedaannya yang jelas dengan bahasa Arab.

3. Reformasi Sektor Hukum

Komite ahli hukum mengambil Undang-Undang sipil Swiss untuk memenuhi keperluan hukum di Turki menggantikan Undang-Undang Syariah, berdasarkan keputusan Dewan Nasional Agung tanggal 17 Februari 1926. Undang-Undang Sipil yang mulai diberlakukan pada tanggal 4 Oktober 1926 ini antara lain tentang: menerapkan monogami; melarang poligami dan memberikan persamaan hak antara pria dan wanita dalam memutuskan perkawinan dan perceraian. Sebagai konsekuensi dari persaman hak dan kewajiban ini hukum waris berdasarkan Islam dihapuskan. Selain itu undang-undang sipil juga memberi kebebasan bagi perkawinan antar agama.

Pada I Januari 1935, pemerintah mengharuskan pemakaian nama keluarga bagi setiap orang Turki dan melarang pemakaian gelar-gelar yang biasa dipakai pada masa Turki Usmani. Mustafa Kemal menambahkan nama Ataturk, yang berarti Bapak Bangsa Turki, sebagai nama keluarga. Pada tahun 1935 sistem kalender hijriyah diganti dengan sistem kalender masehi; hari Minggu dijadikan sebagai hari libur menggantikan hari libur sebelumnya yaitu hari Jumat.[55]

H. Analisis

1. Pembaharuan (Modernisasi) dalam Dunia Islam

Secara etimologis istilah modernisasi telah menggantikan istilah tajdid dalam Islam. Secara epistemologis modernisme dengan rasionalismenya telah mempengaruhi cendekiawan Muslim untuk menekankan penggunaan rasio - dalam pengertianreason bukan ‘aql – dalam memahami masalah-masalah keagamaan. Fazlur Rahman misalnya mengakui bahwa kaum modernis menekankan penggunaan akal dalam memahami agama, dan mengakui adanya pengaruh Barat dalam pemikiran modernis. Inti modernisasi menurut Nurcolis Majid adalah ilmu pengetahuan, dan rasionalisasi adalah keharusan mutlak sebagai perintah Tuhan, maka. Maka dari itu modernitas membawa kepada pendekatan (taqarrub) kepada Tuhan Yang Maha Esa.[56]

Pembaharuan dalam Islam atau gerakan modern Islam merupakan jawaban yang ditujukan terhadap krisis yang dihadapi pada masa ini. Kemunduran progresif kerajaan Usmani yang merupakan pemangku Khalifah Islam setelah abad XVII, telah melahirkan kebangkitan Islam di kalangan warga Arab di pinggiran imperium itu. Yang terpenting di antaranya adalah gerakan Wahabi, sebuah gerakan reformis puritanis. Gerakan ini merupakan sarana yang menyiapkan jembatan ke arah pembaharuan Islam pada abad XX yang lebih bersifat intelektual.[57]

Pembaruan dalam “ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan Islam” yang ada sekarang ini, harus dimulai dengan dua tindakan yang saling erat hubungannya, yaitu melepaskan diri dari nilai-nilai tradisional; dan mencari nilai-nilai yang berorientasi ke masa depan. Menurut Harun Nasution, sekularisasi dalam Islam tidak sampai ke tahap di mana umat Islam merasa tidak lagi terikat pada ajaran dasar, tetapi hanya pada ajaran hasil ijtihad ulama. Pada sisi lain, terdapat beberapa intelektual Islam yang tidak sepakat dengan ide sekularisasi di dunia Islam. Di antara alasan yang dikemukakan bahwa Islam adalah agama dunia dan akhirat, sementara sekularisasi berarti membangun struktur dunia tanpa dasar agama. Cita-cita rasionalitas Islam tidak dimaksud lahirnya masyarakat sekularis. Untuk itu, sekularisasi tidak mendapat tempat dalam Islam.[58]

Namun, bagi Nurcolis Majid, modernisasi menurut memiliki pengertian yang identik, atau hampir identik dengan pengertian rasionalisasi. Itu berarti, proses perubahan pola berpikir dari tata kerja lama yang tidak rasional (aqliyah) dan menggantinya dengan pola berpikir dan tata kerja baru yang aqliyah. Hal itu dilakukan dengan menggunakan penemuan mutakhir manusia di bidang ilmu pengetahuan, sebagai hasil pemahaman manusia terhadap hukum-hukum objektif yang menguasai alam, ideal dan materil, sehingga alam ini berjalan menurut kepastian tertentu dan harmonis. Jadi, sesuatu dikatakan modern, jika ia bersifat rasional, ilmiah dan bersesuaian dengan hukum alam.[59]

Dalam kesimpulannya, bahwa modernisasi berarti berpikir dan bekerja menurut fitrah atau sunnatullah yang haq (sebab alam adalah haq). Sunnatullah telah mengejewantahkan dirinya dalam hukum alam, sehingga untuk dapat menjadi modern, manusia harus megerti terlebih dahulu hukum yang berlaku dalam alam ini. Pemahaman manusia terhadap hukum-hukum alam melahirkan ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui akal (rasio) nya, sehingga modern berarti ilmiah, yang berarti pula rasional. Dengan begitu, sikap rasional yang dimaksud Nurcholish Madjid adalah memperoleh daya guna yang maksimal untuk memanfaatkan alam ini bagi kehidupan manusia. Gagasan modernisasi terkait erat dengan sekularisasi—di dalam arti-desakralisasi. Sekularisasi bagi Nurcholish Madjid bukanlah berarti melepaskan diri dari agama, tetapi melepaskan diri dari mengkhawarijkan hal-hal yang semestinya duniawi; atau merupakan pembebasan manusia dari kungkungan klutural; atau tradisi; atau pemikiran keagamaan yang membelenggu manusia untuk berpikir kritis. [60]

Dalam Kasus pembaharuan Islam pada abad ke-17 sampai abad ke-18, Kaum intelektual dinasti Turki Utsmani mencari penyebab kemunduran dinastinya. Menghubungkan kemunduran kekuasaan (pemerintahan) dengan kemunduran dalam agama merupakan tema yang familiar dalam sejarah Islam. Mereka beranggapan bahwa degradasi kultural dan religius, penyelewengan tradisi dan korupsi morallah yang menyebabkannya.[61]Para komentator yang hidup pada masa itu berargumen bahwa solusi untuk kelemahan tentara dan rezim Dinasti Ustmani bisa ditemukan jika mereka kembai kepada aturan lama, adat istiadat dan tradisi Budaya Islam dan Turki. Namun, pada awal abad ke-20, ada orientasi pembaharuan oleh Turki Kemalis, pembangunan ekonomi dan reformasi kultural adalah yang menjadi fokus pembaharuannya.[62]

2. Sekularisasi Turki dalam Analisis

Menurut Ibnu Khaldun sebagaimana dikutip Azumardi Azra, bahwa kebangkitan dan keruntuhan peradaban merupakan semacam political sociology dan sekaligus sociological politics.[63] Menurut ibnu Khaldun, elan vital bagi kebangkita dan kemajuann peradaban adalah apa yang disebut ashabiyah dengan makna yang berbeda dari makna awal kemunculannya pada pra-Isalam. Ashabiyah dalam makna Ibnu Khaldun mengandung arti “rasa solidaritas”, “kesetiaan kelompok”, bahkan juga dimaknai dengan “nasionalisme.”[64]

Turki dalam konteks negara sekuler merupakan lahan kajian sejarah yang amat menarik dan berharga bagi dunia Islam. Hal ini disebabkan karena pembahasan tentang turki dalam melakukan “eksperimen sejarah” yang secara terang-terangan menyatakan negara sekular serta mengambil Barat sebagai model modernisasinya.

Kata sekular pada dasarnya mempunyai dua konotasi, yaitu waktu dan lokasi. Waktu menunjukkan pada pengertian sekarang, dan lokasi mengandung arti dunia. Sedangkan kata sekularsisasi diartikan sebagai pembebasan manusia atas agama atau metafisik.[65]

Menurut Fazlur Rahman, istilah Sekularisasi dalam dunia pembaharuan mengandung dua makna praktis, yaitu “pembedaan” ayang kultur dan yang doktrinal dalam agama, sekaligus “pemisahan” antara keduanya. Sesuatu yang bersifat kultur diatur dengan menggunakan prinsip-prinsip sekuler –duniawi- yang terlepas dari doktrin agama.[66] Dan Turki adalah satu-satunya negara Islam yang dengan semangat menolak lembaga-lembaga Islam dalam melaksanakan masalah-masalah politik dan pemerintahan.

Untuk menilau bagaimana corak negara sekuler Turki, penulis mengambil pendapat Donald Eugene Smith. Menurutnya sekulerisasi pemeriintahan ditandai oleh:[67]

1. Pemisahan pemerintahan; yakni pemutusan hubungan dengan segala ikatan antara pemerintah dan agama. Dalam kasus Turki, sekulerisasi misalnya yerlihat pada langkah Kemal dalam penghapusan lembaga kesultanan dan lembaga kekhalifahan.

2. Pengembangan pemerintahan, dalam wilayah yuridikasinya dengan memasuki bidang kehidupan sosial dan ekonomi yang dulu diatur lembaga keagamaan. Sekulerisasi dalam bentuk ini setidaknya mencakup mencakup sekulerisasi dalam bidang hukum, dalam bidang pendidikan, serta pada bidang ekonomi.

3. Transformasi pemerintahan, yang mennyangkut perubahan-perubahan kualitatif internal pemerintahan didalam pemerintahan yakni sekulerisasi budaya politik.[68] Sekulerisasi dalam bidang ini, agama diperlakukan sebagai persolaan keyakinan yang sepenuhnya bersifat personal. Sementara dalam menjalankan fungsi politik, seseorang sepenuhnya bersifat sekular. dalam makna ini, agama dan negara harus berfungsi secara terpisah dan tidak saling mencampuri.

Dengan demikian, sekularisasi yang timbul di Turki berada pada taraf pendekatan, yakni proses sosial politik menuju sekulerisme dengan aplikasinya yang kuat yakni adanya pemisahan antara agama dan negara. Akan tetapi bila digunakan analisis Donald Smith, maka sekulerisasi yang terjadi di Turki belum mencapai pada tingkat sekulerisasi budaya politik dalam arti tercabutnya nilai-nilai agama (Islam) dalam praktek politik.

Kedatipun bara sekulerisasi di Turki telah lama di sulut dalam beberapa aspek kehidupan rakyat Turki, namun tidak berhasil menghanguskan religuitas bangsa Turki, Rasa keagamaan yang mendalam di kalangan rakyat Turki tidak tidak menjadi lemah karena sekularisasi yang dilakukan. Islam telah memiliki akar yang begitu kuat dalam kehidupan masyarakat Turki. Dan inilah yang dapat memperkokoh asumsi bahwa konsep sekularisasi Barat tidak akan tumbuh subur ketika mencoba diterapkan dalam masyarakat Muslim.

Demikian pula para pembaharu Turki, khususnya pada Kemal Attaruk, tidaklah bermaksud menyirnakan Islam dari masyarakat Turki, yang mereka kehendaki adalah de-ideologi Islam, yaitu memisahkan kekauasaan (lembaga) Islam dari bidang politik dan pemerintahan. Sebab ideologisasi Islam yang pernah dikembangkan penguasa Turki Utsamani dan mampu mengantarkan Turki Utsnami pada puncak kejayaannya dinilai para pembaharu Turki tidak cukup efektif lagi untuk mendongkrak kelumpuhan Turki Utsmani dalam menghadapi Barat. Oleh karena itu, langkah ini –yang menurut penagagasnya adalah langkah terbaik- mereka tempuh dalam rangka mengembalikan kejayaan Islam di Turki.

Di lain pihak, sejak memproklamirkan diri menjadi negara sekuler pada tahun 1924, Musthafa Kemal dinilai telah melampaui nilai-nilai sekulerisme. Bagimana tidak, masyarakat seolah dijauhkan dari symbol dan nilai-nilai agama. Pelarangan Pemakaian jilbab bagi wanita, huruf-huruf Arab diganti dengan huruf latin, busana khas bagi laki-lakai diganti dengan busana ala Eropa, dll. adalah bentuk dan bukti yang menguatkan asumsi ini. Singkatnya, semua yang berkaitan dengan symbol-symbol Arab dan Islam dilarang.

I. PENUTUP

Dari beberapa paparan di atas, penulis dapat menyimpulkan beberapa hal terkait tentang Dinasti Turki Utsmani dari masa awal pertumbuhannya hingga pada ahirnya menjadi Negara sekuler dengan wilayah yang terbatas pada Turki, yaitu:

1. Bahwa Turki Utsmani sebelum datangnya Islam adalah sebuah kelompok yang Pola kehidupannya adalah nomaden serta masih berbudaya primitif. Sistem kekuasaan yang mereka lakukan didasarkan pada aturan adat. Penopang kehidupan mereka adalah penggembala ternak serta melakukan penjarahan terhadap suku-suku yang lebih lemah. Sedangkan keyakinan yang mereka anut adalah menganut kepercayaan Syaman yakni menyembah unsur-unsur alam dengan perantara totem dan roh.

2. Perjalanan Turki Utsmani dengan 38 pemimpin yang memerintah telah mengukir prestasi yang gemilang, terutama pada masa Sulaiman Al Qanuni yakni dengan wilayah yang meliputi daratan Eropa dan Austria; Mesir dan Afrika Utara hingga Aljazair dan Asia hingga ke Persia. Disamping itu, wilayahnya juga meliputi Lautan Hindia, lautan Arabia, laut Merah, laut Tengah dan Laut Hitam. serta perkembangan peradaban dalam bidang militer, pemerintahan, sosial budaya, sastra, arsitektur, dan pendidikan.

3. Modernisasi dan sekulerisasi Turki merupakan proses panjang pembaharuan oleh penguasa-penguasa Turki Utsmani dari Salim III, Mahmud II, Tanzimat, Utsmai Muda, Turki Muda hingga Mustafa Kemal Attaruk sampai pada pertengahan abad ke 20 yang pada ahirnya menghapuskan sistem kehalifahan dan menggantinya dengan sistem negara sekuler. Sekulerisasi merupakan langkah strategus dalam upaya mengejar ketertinggalan Turki dari akselerasi perkembangan kebudayaan dan teknoogi Barat. Ide sekulerisasi yang dipraktikan di Turki sebatas menghilangkan kekuasaan Kholifah sebagai pemegang kekuasaan spiritual terhadap persoalan politik dan pemerintahan.

Read More...