TRANSLATOR

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

Recent Coments

Recent Post

Random Ayat

Kamis, 21 Agustus 2008

Sistem Suara Terbanyak atau Nomor Urut

PAN, DEMOKRAT dan GOLKAR menerapkan system suara terbanyak dalam menentukan caleg mereka yang berhak menduduki kursi DPR (D) untuk pemilu April 2009. Sebuah langkah yang patut mendapat apresiasi karena telah melewati batas hegemoni partai dalam penentuan nomor urut sehingga nantinya penentuan orang – orang terpilih diserahkan pada system demokrasi yang berdasarkan suara rakyat. Terutama bagai Partai Golkar hal ini adalah sebuah terobosan yang sangat maju untuk memperbaiki budaya yang ada selama ini.

Berdasarkan UU No. 10 tahun 2008, penentuan caleg terpilih adalah melalui ambang batas 30% dari Bilangan Pembagi Pemilih atau BPP. Sehingga masih memungkinkan memakai system nomor urut bagi caleg yang telah melewati batas ambang batas 30% tersebut.

Terlepas dari aspek legal atau illegal menurut Undang – undang, tetapi mari kita cermati efektifitas dan manfaat dari 2 sistem tersebut. Bagi partai dengan system pengkaderan yang kurang bagus atau bagi partai yang mengalami permasalah dalam penentuan nomor urut hal tersebut sangat bagus karena bisa memperbaiki system rekrutmen, menghindari money politic didalam partai dan memperbaiki citra dalam masyarakat.

Dengan diterapkannya system suara terbanyak memungkinkan caleg dengan nomor urut di bawah atau sering disebut nomor sepatu bisa mengungguli nomor urut diatasnya dan mendapat jatah kursi parlemen. Hal tersebut bisa membuat orang – orang yang telah lama dan banyak berkorban untuk partai dilewati oleh orang – orang yang tidak bekerja buat partai tetapi memetik hasil dari hasil kerja mereka. Sehingga dapat menimbulkan efek kecemburuan dan konflik dalam partai.

Bagi partai politik yang mempunya tradisi dan system pengkaderan yang baik serta rekrutmen caleg yang baik dengan mengedepankan kualitas dan kapabilitas para angotanya tentu system suara terbanyak kurang baik diterapkan. Karena memperkenalkan dan mempromosokan diri kepada banyak orang bukanlah perkara yang mudah. Kecuali bagi profesi – profesi yang memang mengahruskan dirinya bergelut dengan masyarakat banyak dan mudah dikenal orang seperti selebriti, dokter dan tokoh masyarakat. Kualitas orang tentu tidak bisa diukur dari popularitas belaka. Untuk duduk dilembaga DPR (D) sebagai mitra pemerintah yang melaksanakan fungsi bugeter, ligislasi dan pengawasan diperlukan orang – orang yang berkualitas dan mampu dibidangnya sehingga nantinya bisa melakukan fungsi – fungsinya dengan baik dan tidak hanya menjadi pendengar dan tukang stempel belaka bagi kebijakan pemerintah. Didalam sebuah partai bisa dibentuk lembaga yang menangani pengawasan atau kontrol terhadap para kadernya sehingga bisa mengetahui kualitas dari para anggotannya, sehingga bisa menentukan caleg berdasar kualitasnya. Atau sebagai alternative bisa dilakukan pemilihan internal didalam partai tersebut, karena orang – orang didalam partai tersebut tentu lebih mengetahui karakter dan kualitas para anggotanya. Tentu hal tersebut tetap harus dengan menjunjung dan mengedepankan nilai – nilai kejujuran dan akhlak mulia. Read More...

Golkar

Golkar sebagai partai penguasa pada zaman orde baru, sebuah partai yang terkenal dengan karakter militeristik yang berhasil memajukan Indonesia pada awal – awal zaman orde baru. Tetapi karena budaya KKN dan militeristik itulah yang kemudian mengantar Indonesia pada krisis yang berkepanjangan.

Tetapi rupanya Golkar merupakan partai yang cerdas, dengan paradigma baru yang diusungnya Golkar terus berubah. Budaya militeristik dengan cepat dirubah mengikuti perkembangan zaman yang semakin demokratis. Konvensi untuk menentukan calon presiden pada tahun 2004 adalah buktinya. Kemudian pada setiap suksesi kepemimpinan juga tidak pernah terjadi konflik yang berujung pada perpecahan. Hal ini sangat berbeda dengan partai lain yang sama – sama warisan orde baru yang acap kali terjadi perpecahan didalamnya karena budaya feodalisme yang kental.

Di tahun 2008 ini Golkar kembali melakukan gebrakan dengan merubah system caleg terpilih dari system nomor urut dengan system suara terbanyak. Sesuatu yang tidaklah mudah mengingat budaya militeristik dan KKN yang kental pada masa lalu. Tetapi lambat tapi pasti Golkar telah merubah dirinya mengikuti demokrasi yang terus berkembang. Cuma memang hal tersebut bukanlah sesuatu yang mudah, perlu konsistensi dan usaha yang terus menerus untuk melakukan perubahan. Perlu waktu sehingga orang – orang didalamnya sadar sepenuhnya akan kebutuhan zaman sehingga bisa menjadi partai yang dipercaya rakyat. Atau menunggu sampai terjadi pergantian generasi yang lebih segar dengan ide – ide yang lebih progresif. Read More...

Kamis, 14 Agustus 2008

ISLAM BUKANLAH CERITA MASA LALU

Islam bukanlah masa lalu tetapi juga masa sekarang. Tetapi hal ini sangat jarang kita dengar. Yang sering kita dengar adalah cerita lalu, baik itu riwayat zaman Rosulloh atau riwaayat para sahabat. Al-Quran adalah sumber dari segala sumber ilmu, budaya dan tatanan hidup manusia. Tentu hal ini tidak berlaku hanya pada masa Rosulloh Muhammad SAW tetapi Al-Quran adalah tuntunan umat manusia yang selalu sesuai untuk segala perkembangan zaman.

Al-Quran adalah sumber inspirasi, tetapi kita jarang mendengar sebuah penemuan bersumber dari Al-Quran. Yang ada adalah pembenaran jika sesuatu telah ditemukan. Mungkin hal ini tidaklah tepat, tetapi itulah yang selama ini sering saya dengar. Apa yang salah sehingga hal tersebut terjadi?

Semestinya kita umat islam bisa lebih maju karena segala sumber ilmu ada dalam Al-Quran. Sudah saatnyalah kita menjadikan Al-Quran sebagai sumber inspirasi sehingga kita bisa mewarnai dunia ini dengan nilai – nilai islam. Bukan kita yang teris menerus terdesak oleh kemajuan zaman. Dunia barat dengan segala kekuatannya baik dibidang ekonomi, senjata, tekhnologi, dan budaya telah menggerus nilai – nilai yang kita miliki. Secara politik kita terdesak dalam segala bidang.

“Mari kita bangkit dan persatuka islam” Hal tersebut sudah sering kita dengar, bahkan sudah berapa kali ustadz menyeruka hal tersebut saya sudah lupa. Kita sering berwacana tetapi miskin implemantasi. Di dalam umat sendiri terpecah menjadi beberapa pemahaman yang berbeda, diantaranya membentuk aliran yang berbeda. Masing – masing kelompok tentu dengan apologinya masing – masing, merasa pemehaman atau kelompok mereka paling benar. Sikap apologi ini sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad, dan hal ini juga dilarang oleh Rosulloh. Sikap apologi adalah sikap membagakan diri sebagai yang paling benar dan secara apriori mengabaikan yang lain. Apologi juga dekat dengan ujub atau membangga – mbanggakan diri sendiri.

“Ahhh saya sudah bosan dengan hal tersebut, masing – masing orang menganggap paling benar dan menyalahkan yang lain. Untuk hal pembacaan doa qunut atau Surat Al-Fatiah memakai basmalah atau tidak waktu imam solat membaca saja pada saling menyalahkan, ahhh saya bosan”

Itulah kata temen saya dan juga pendapat banyak orang diluar sana. Umat islam banyak terjebak dalam sebuah perbedaan bukan mecari persamaan. Itulah yang terjadi sehingga umat islam atau negara islam rawan terhadap konflik. Hal itu juga yang menjadi topik dalam sidang ICIS ke-3 yang baru saja berlangsung. Sebuah kemajuan sikap dan cara berfikir para ulama yang mulai kritis dan tidak lagi bersikap apolgi, sehingga mudah – mudahan bisa mencari solusi atas beberapa konflik yang terjadi di berbagai Negara dengan mayoritas berpenduduk beragama islam.

Semangat membangun kebersamaan dan merangkul semua golongan dengan mengedepankan kesamaan adalah sikap yang lebih baik, dari pada kita menyerukan ditegakannya kepemimpinan islam (khilafah) sedunia tetapi tetap dengan mengklaim bahwa aliran atau pemahaman mereka yang paling benar dan mengabaikan yang lain.

Keberagaman adalah merupakan fitrah manusia, janganlah kita memperlebar perbedaan tetapi mari kita bangun kebersamaan diatas perbedaan tersebut. Dakwah dan sikap keterbukaan baik secara horizontal maupun vertical harus kita kedepankan untuk memberi pamahaman kepada umat, sehingga pada saatnya nanti kita bisa mewarnai perubahan dan kemajuan zaman bukan menjadi korban dari perkembangan zaman itu sendiri.

Do'a

Ya ALLAH, berikan taqwa kepada jiwa-jiwa kami dan sucikan dia.

Engkaulah sebaik-baik yang, mensucikannya.

Engkau pencipta dan pelindungnya

Ya ALLAH, perbaiki hubungan antar kami

Rukunkan antar hati kami

Tunjuki kami jalan keselamatan

Selamatkan kami dari kegelapan kepada terang

Jadikan kumpulan kami jama'ah orang muda yang menghormati orang tua

Dan jama'ah orang tua yang menyayangi orang muda

Jangan Engkau tanamkan di hati kami kesombongan dan kekasaran terhadap sesama hamba beriman

Bersihkan hati kami dari benih-benih perpecahan, pengkhianatan dan kedengkian

Ya ALLAH, wahai yang memudahkan segala yang sukar

Wahai yang menyambung segala yang patah

Wahai yang menemani semua yang tersendiri

Wahai pengaman segala yang takut

Wahai penguat segala yang lemah

Mudah bagimu memudahkan segala yang susah

Wahai yang tiada memerlukan penjelasan dan penafsiran

Hajat kami kepada-Mu amatlah banyak

Engkau Maha Tahu dan melihatnya

Ya ALLAH, kami takut kepada-Mu

Selamatkan kami dari semua yang tak takut kepada-Mu

Jaga kami dengan Mata-Mu yang tiada tidur

Lindungi kami dengan perlindungan- Mu yang tak tertembus

Kasihi kami dengan kudrat kuasa-Mu atas kami

Jangan binasakan kami, karena Engkaulah harapan kami

Musuh-musuh kami dan semua yang ingin mencelakai kami

Tak akan sampai kepada kami, langsung atau dengan perantara

Tiada kemampuan pada mereka untuk menyampaikan bencana kepada kami

"ALLAH sebaik baik pemelihara dan Ia paling kasih dari segala kasih"

Ya ALLAH, kami hamba-hamba- Mu, anak-anak hamba-Mu

Ubun-ubun kami dalam genggaman Tangan-Mu

Berlaku pasti atas kami hukum-Mu

Adil pasti atas kami keputusan-Mu

Ya ALLAH, kami memohon kepada-Mu

Dengan semua nama yang jadi milik-Mu

Yang dengan nama itu Engkau namai diri-Mu

Atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu

Atau Engkau ajarkan kepada seorang hamba-Mu

Atau Engkau simpan dalam rahasia Maha Tahu-Mu akan segala ghaib

Kami memohon-Mu agar Engkau menjadikan Al Qur'an yang agung

Sebagai musim bunga hati kami

Cahaya hati kami

Pelipur sedih dan duka kami

Pencerah mata kami

Ya ALLAH, yang menyelamatkan Nuh dari taufan yang menenggelamkan dunia

Ya ALLAH, yang menyelamatkan Ibrahim dari api kobaran yang marak menyala

Ya ALLAH, yang menyelamatkan Musa dari kejahatan Fir'aun dan laut yang mengancam nyawa

Ya ALLAH, yang menyelamatkan Isa dari Salib dan pembunuhan oleh kafir durjana

Ya ALLAH, yang menyelamatkan Muhammad alaihimusshalatu wassalam dari kafir Quraisy durjana, Yahudi pendusta, munafik khianat, pasukan sekutu Ahzab angkara murka

Ya ALLAH, yang menyelamatkan Yunus dari gelap lautan, malam, dan perut ikan

Ya ALLAH, yang mendengar rintihan hamba lemah teraniaya

Yang menyambut si pendosa apabila kembali dengan taubatnya

Yang mengijabah hamba dalam bahaya dan melenyapkan prahara

Ya ALLAH, begitu pekat gelap keangkuhan, kerakusan dan dosa

Begitu dahsyat badai kedzaliman dan kebencian menenggelamkan dunia

Pengap kehidupan ini oleh kesombongan si durhaka yang membuat-Mu murka

Sementara kami lemah dan hina, berdosa dan tak berdaya

Ya ALLAH, jangan kiranya Engkau cegahkan kami dari kebaikan yang ada pada-Mu karena kejahatan pada diri kami

Ya ALLAH, ampunan-Mu lebih luas dari dosa-dosa kami

Dan rahmah kasih sayang-Mu lebih kami harapkan daripada amal usaha kami sendiri

Ya ALLAH, jadikan kami kebanggaan hamba dan nabi-Mu Muhammad SAW di padang mahsyar nanti

Saat para rakyat kecewa dengan para pemimpin penipu yang memimpin dengan kejahilan dan hawa nafsu

Saat para pemimpin cuci tangan dan berlari dari tanggung jawab

Berikan kami pemimpin berhati lembut bagai Nabi yang menangis dalam sujud malamnya tak henti menyebut kami, ummati ummati, ummatku ummatku

Pemimpin bagai para khalifah yang rela mengorbankan semua kekayaan demi perjuangan

Yang rela berlapar-lapar agar rakyatnya sejahtera

Yang lebih takut bahaya maksiat daripada lenyapnya pangkat dan kekayaan

Ya ALLAH, dengan kasih sayang-Mu Engkau kirimkan kepada kami da'i penyeru iman

Kepada nenek moyang kami penyembah berhala

Dari jauh mereka datang karena cinta mereka kepada da'wah

Berikan kami kesempatan dan kekuatan, keikhlasan dan kesabaran

Untuk menyambung risalah suci dan mulia ini

Kepada generasi berikut kami

Jangan jadikan kami pengkhianat yang memutuskan mata rantai kesinambungan ini

Dengan sikap malas dan enggan berda'wah

Karena takut rugi dunia dan dibenci bangsa

Read More...

Sabtu, 09 Agustus 2008

Kisah Nyata: Aku Datang Maisya


Aku telah dilanda keinginan mengebu untuk menikah. Bahkan sudah kujalani
semua cara agar cepat bisa melaksanakan sunah Rasul yang satu ini. Malah
aku selalu mengimpikannya di tiap malam menjelang tidur.

Gadis yang kuidamkan sejak kecil, bahkan menjadi teman main bersama,
ternyata dinikahi orang lain. Padahal dia sudah ngaji. Sedih juga
rasanya. Ada juga yang aku dapatkan dari orang yang aku kenal baik, dan
sudah kujalani "prosedurnya" . Tapi ternyata kandas karena aku dinilai
masih terlalu muda untuk menikah.

Akhirnya , aku kenal dengan seseorang yang sesuai dengan kriteria. Aku
mengenalnya dengan perantaraan teman dekatku. Jujur saja, aku telah
mendapat biodatanya, juga gambaran wajahnya. Langsung saja kukatakan
pada teman dekatku bahwa aku sangat-sangat setuju.

"Eh, ente (kamu) harus ketemu dulu dan tahu dengan baik siapa dia," kata
temanku.

Tapi kujawab enteng, "Tapi ane (aku) langsung sreg kok".

"Ya sudah, terserah ente aja lah," sahut temanku sambil geleng-geleng
kepala.

Karena aku yakin pacaran jelas-jelas dilarang dalam Islam sebab hal itu
adalah jalan menuju zina, aku pun tak menjalaninya. Jangankan zina,
hal-hal yang akan mengarahkan kepadanya saja sudah dilarang. Oleh karena
itu, aku hanya menunggu waktu kapan ada pembicaraan awal antara aku dan
Maisya (akhwat incaranku itu). Sabar deh, sementara ikuti saja seperti
air mengalir.

Lewat kurang lebih 2-3 minggu mulailah terjadi pembicaraan antar aku dan
Maisya. Ketika kuberanikan diri memulai pada poin yang penting yaitu
mengungkapkan niatku untuk menikahinya, apa jawabnya? Aku disuruh
menghadap murabbinya (guru/pembimbing) .

"Kenapa tidak ke orang tua Maisya saja?" tanyaku.

"Tidak, pokoknya akhi (saudara lelaki) harus ketemu dulu sama Murabbi
saya." jawabnya.

Aku baru tahu, ada seorang akhwat ketika ada yang ingin menikahinya
disuruh menghadap Murabbinya, bukan orang tuanya. Padahal, di antara
birrul walidain adalah menjadikan orang tua sebagai orang yang pertama
kali diajak diskusi tentang pernikahan, bukan gurunya, ustadznya, atau
siapa pun. Barulah kutahu itu merupakan kebiasaan akhwat-akhwat tarbiyah
(pergerakan) .

***

Aku catat alamat murabbi (MR) yang Maisya sebutkan. Pada hari Ahad
kuajak 2 teman dekatku untuk menemani ke rumah sang MR. Dengan sedikit
kesasar akhirnya sampailah kami di rumahnya. Tapi setelah pencet tombol
tiga kali dan "Assalamu'alaikum" tiga kali tak dibuka, kami pun pulang
dengan agak kecewa, sebab siang itu adalah jam 2, saat matahari sangat
terik menyengat.

Kutelepon Maisya bahwa aku tak bisa ketemu MR-nya. Maisya membolehkanku
hanya dengan menelepon MR. Malam itu juga aku pun menelepon dan
alhamdulillah nyambung. Aku ditanya segala macam yang berkaitan dengan
agama. Dari masalah belajar, kerja, ngaji, tarbiyah, murabbi-ku, ustadz
yang sering kuikuti kajiannya, sampai buku-buku yang sering kubaca.
Juga, pertanyaan-pertanya an tambahan lainnya.

Dengan polos dan santai kujawab pertanyaan-pertanya an itu. Yang
membuatku heran, ketika kusebutkan nama ustadz-ustadz yang sering
kuikuti kajiannya sampai, nada MR agak beda dari awal pembicaraan.
Terutama ketika kusebutkan kitab-kitab yang sering kujadikan rujukan
dalam memahami agama. Aku belum tahu kenapa bisa begitu.

Kuceritakan pembicaraan itu pada teman dekatku. Ternyata temanku
menjawab dengan nada menyesal.

"Aduh, kenapa tidak bicarakan dulu denganku. Ente tahu? Kalau akan
menikahi akhwat tarbiyah sedang ente tidak ikut dalam tarbiyah atau
liqa' tertentu dan punya MR, maka ente otomais akan ditolak. Apalagi
ente sebutkan nama-nama ustadz, buku-buku dan para syeikh Timur Tengah,
bakalan ditolak deh, itu sudah ma'ruf (populer)."

"Lho kan ane jawab jujur, saat ini ane tidak ikut tarbiyah, atau apa
namanya tadi, liqa'? Ya memang aku tak ikut. Ane juga nggak punya MR
dong. Oo.., jadi begitu ya?" aku hanya melongo.

***

Beberapa hari kemudian, aku dapat telpon dari Maisya yang menjadikan
hatiku sedikit hancur.

"Assalamu'alaikum, akhi saya sudah mempertimbangkan semuanya, mungkin
Allah belum menakdirkan kita berjodoh. Semoga kita sama-sama mendapatkan
yang terbaik untuk pasangan kita, saya minta maaf, kalau ada kesalahan
selama ini, Assalamu'alaikum, "

"Kletuk, nuut nuut nuut" terdengar suara gagang telpon ditutup dan nada
sambung terputus.

Aku masih memegang gagang telepon dan hanya bisa melongo mendapat
jawaban tersebut. Kutaruh gagang telpon dengan lunglai. "Astagfirullah, "
kusebut kata-kata itu berulang kali. Apa yang harus kuperbuat? Tak tahu
harus bagaimana. Tapi sohib dekatku yang dari tadi memperhatikanku waktu
menelepon nyeletuk .

"Ditolak ya? Udah deh, kan masih banyak harem (wanita) lain, ngapain
ngejar-ngejar ngapain ngejar-ngejar yang sudah jelas-jelas nolak."

Aku jawab saja dengan ketus, "Ane belum nyerah, karena ada janggal dalam
pemolakan it, ane belum yakin dia menolak, akan ane coba lagi".

"Udah deh jangan terlalu PD," sahut sohibku.

Ternyata bener juga kata temanku itu, jawaban-jawabanku kepada MR
menyebabkan aku ditolak oleh Maisya. Aku dipandang beda manhaj dalam
memahami Islam, padahal yang kusebutkan waktu menjawab pertanyaan
tentang buku-buku rujukan adalah Fathul Majiid, Al-Ushul Al-Tsalatsah,
dan kitab-kitab karya Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab, Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Syeikh Abdul Aziz bin Baz, Syeikh Muhammad
Shalih Utsaimin, yang semuanya aku tahu bahwa mereka selalu mendasarkan
bahasannya kepada dalil-dalil yang shahih.

Hatiku sudah terlanjur cocok sama Maisya. Jujur aku sudah merasa sreg
sekali kalau Maisya jadi pendamping hidupku. Tapi aku ditolak. "Apa yang
harus kuperbuat?" kataku dalam hati. Menyerah kemudian mencari yang
lain? Baru begitu saja kok nyerah.

Tanpa sepengetahuan sohibku, kutulis surat ke orangtua Maisya. Yang
kutahu bahwa dia hanya punya ibu. Bapaknya sudah meninggal saat Maisya
berumur 8 tahun. Kutulis surat yang isinya kurang lebih tentang proses
penolakan itu. Juga janjiku jika ditolak oleh ibunya, maka aku akan
menerima dan tak akan menghubunginya lagi.

Dengan penuh harap kukirim surat tersebut, tak disangka ternyata surat
itu sampai di tangan Maisya dan dibacanya. Alamak, kenapa bisa begitu?
Untuk beberapa hari tidak ada respon. Gundah gulana pun datang. Apa yang
harus kulakukan?

Kuputuskan untuk mengirim surat ke Maisya langsung. Semuanya aku
ungkapkan dengan bahasa setengah resmi tapi santai. Aku memang sedikit
ndableg. Di penghujung surat tersebut kukatakan, "Kalau memang Allah
takdirkan kita tidak jodoh, saya punya satu permintaan, tolonglah saya
untuk mendapatkan pendamping dari teman-teman Maisya yang Maisya pandang
pas untuk saya, minimal yang seperti Maisya."

Kupikir Maisya akan "tersungkur" dengan membaca suratku yang panjang
lebar. Aku berpikir seandainya ada orang membaca suratku, pasti akan
mengatakan "rayuan gombal!". Tapi jujur saja, itu berangkat dari hatiku
yang paling dalam.

Surat kedua itu, qadarallah ternyata malah diterima dan dibaca oleh ibu
Maisya dan kakak perempuannya. Nah, dari situkah terjadi kontak antara
aku dan keluarganya. Tak disangka-sangka kudapat telpon dari kakak
perempuan Maisya, Kak Dahlia (tentu saja bukan nama asli). Kak Dahlia
menelepon dan memintaku untuk datang ke rumahnya guna klarifikasi surat
tersebut.

***

Seminggu kemudian kupeniuhi undangan itu. Setelah bertemu dan “sesi tanya-jawab” , dengan manggut-manggut akhirnya Kak Dahlia angkat bicara,

“Baiklah, kakak sudah dengar cerita kamu, saya heran kenapa Maisya menolakmu, ya? Padahal menurut hemat kakak, kamu pantas diterima kok”.

Hatiku berbunga-bunga mendengarnya, . Tapi langsung surut lagi karena pernyataan itu datang dari Kak Dahlia bukan Maisya. Aku sedikit senyum kecut menanggapi omongan kak Dahlia.

“Begini aja deh, kamu sekarang pulang dulu. Biar nanti kakak dan Umi yang akan rayu Maisya. Pokoknya kamu banyak doa aja. Pada dasarnya kami setuju kok sama kamu.”

Aku izin pulang dengan sedikit riang gembira. Mulutku hanya bergumam penuh doa, semoga Allah mengabulkan cita-citaku. Kira-kira 2 minggu setelah itu kudapat telpon lagi dari Kak Dahlia agar aku ke rumahnya. Dia bilang aku harus bertemu langsung dengan Maisya. Hatiku pun berdebar. Dengan sedikit gagap aku iyakan undangan itu. “Besok deh Kak, insyaAllah saya datang,” jawabku.

Aku duduk di kursi ruang tamu yang sama untuk kedua kalinya. Sedikit basa-basi Kak Dahlia mengajakku ngobrol tentang hal-hal yang belum ditanyakan pada pertemuan sebelumya. Kurang lebih 10-15 menit Kak Dahlia memanggil Maisya agar ke ruang tamu menemuiku. Dadaku berdegub. Inilah saatnya aku nadhar (melihat) bagaimana rupa Maisya yang sebenarnya. Apa sama seperti yang kubayangkan sebelumnya? Jangan-jangan tidak sama. Lebih jelek atau bahkan lebih cakep dari aslinya. Tunggu saja deh.

Tidak lama kemudian keluarlah sosok makhluk Allah yang bernama Maisya. Aku tetap menjaga pandanganku. Tapi jujur saja, tak kuasa kucuri pandang untuk yang pertama kalinya. Bahkan seharusnya untuk acara nadhar biasanya lebih dari mencuri pandang, karena memang dianjurkan oleh Rasulullah. Tapi bagiku sangat cukup melihatnya sekali-kali. Aku hanya bisa mengatakan dalam hatiku tentang Maisya, subhanallah! Aku tak bisa ceritakan kepada pembaca karena itu hanya untukku saja.

Tak sadar keringat dingin mengalir dari pelipis. Ada apa gerangan? Kenapa rasanya agak grogi? Ah, aku harus teguh dan tangguh hadapi semua ini. Obrolan pun mulai bergulir. Dari mulai pertanyaan-pertanya an agama secara umum sampai diskusi tentang kerumahtanggaan. Kurang lebih satu jam aku di rumah itu. Aku pun pamit sambil memberikan hadiah-hadiah buku-buku kecil tentang agama.

Di bus kota aku senyum-senyum sendirian. Seakan-akan bus itu adalah bus patas AC padahal sebenarnya hanya bus ekonomi yang panas dan penuh asap rokok. Tapi semua itu tidak kurasakan. Kuberdoa semoga rayuan Kak Dahlia berhasil.

Ternyata benar, beberapa hari kemudian aku ditelepon Maisya, kali ini menanyakan kelanjutan proses kami kemarin. Kujawab jika dibolehkan akan kuajak keluargaku di waktu yang kutentukan. Di penghujung pembicaraan, Maisya setuju dengan tawaranku.

Kutanya ke sana ke mari tentang barang-barang apa yang pantas dibawa ketika meng-khitbah seorang wanita. Kubeli sebuah koper kecil dan kuisi dengan barang-barang seperti bahan pakaian, komestik, sepatu, dan sebagainya. Tak lupa aku bawakan buah-buahan seadanya. Hal ini sebenarnya sudah kutanyakan kepada Maisya, tapi Maisya hanya menjawab terserah aku mau bawa apa saja pasti dia akan terima. Duh…, senangnya.

Sebelumnya aku lupa, ternyata Maisya masih punya darah Arab dari ibunya. Bahkan, ibunya punya nasab Arab yang dikenal di Indonesia sebagai Habib (Orang Arab yang mengaku punya garis nasab langsung dengan Rasulullah). Padahal setahuku Rasulullah tak punya keturunan laki-laki yang kemudian punya anak. Yang ada hanya Fatimah yang diperistri oleh Ali bin Abi Thalib. Sedangkan dalam Islam, darah nasab hanya sah dari garis bapak atau lelaki. Jadi, mungkin yang dimaksud mereka adalah keturunan dari Ali bin Abi Thalib.

Satu hal yang perlu diketahui, bahwa dalam adat orang Arab terutama golongan Habaib atau Habib, wanita mereka pantang dinikahi oleh non Arab. Bahkan, sebagian mengharamkannya. Alasan yang populer adalah mereka merasa lebih mulia dari keturunan non Arab. Bahkan, sebagian mengharamkannya. Aku pun harus siap dengan apa yang akan aku hadapi nanti. Bisa jadi ditolak atau tidak. Dan yang ada di depan mataku adalah ditolak.

Aku datang sekeluarga dengan naik Taksi. Aku tidak punya mobil. Dari mana aku punya mobil sedangkan aku baru bekerja setahun? Sambutan hambar kudapatkan ketika memasuki ruang tamu. Di situ sudah hadir ibu-ibu yang merupakan keluarga besar dari ibu Maisya. Anehnya,di acara itu tidak hadir laki-laki dari pihak keluarga besar Maisya.

Kemudian acara dilanjutkan dengan saling memberi sambutan. Namun yang kutunggu hanya momen di mana Maisya menerima lamaranku dari mulutnya sendiri. Saat itu pun tiba. Dengan agak malu-malu dan terbata-bata Maisya menerima lamaranku.

Diakhir acara ketika hari penentuan hari “H” dan bentuk acaranya. Ada salah satu dari anggota keluarga Maisya yang menanyakan uang untuk walimah nanti. Aku hanya menjawab bahwa hal itu sudah kubicarakan dengan Maisya. Tapi dia memaksaku untuk menyebutkan jumlahnya. Aku tetap tak mau menyebutkan. Rupanya orang tadi kecewa berat dengan jawabanku.

Setelah acara selesai, aku pamit. Sedikit lega kulalui detik-detik mendebarkan. Aku bersyukur kepada Allah yang meloloskan diriku pada babak berikutnya dalam usaha mengamalkan sunah Rasulullah yang mulia ini.

Ternyata ujian belum selesai juga. Maisya didatangi keluarga besarnya dengan membawa lelaki yang akan dijodohkan dengannya. Lamaranku ditimpa oleh lamaran orang lain. Orang yang akan dijodohkan dengan Maisya masih punya hubungan keluarga. Mereka datang dengan mobil, membawa makanan banyak sekali, uang lamaran, dan juga perhiasan.

Apa yang kubawa kemarin tidak ada apa-apanya dibanding dengan yang dibawa pelamar kedua ini. Tapi subhanallah, apa yang Maisya lakukan? Maisya tak mau menemuinya. Maisya tak menerima lamarannya.

Bahkan setelah rombongan itu pulang dan meninggalkan bawaan mereka sebagai lamaran untuk Maisya, apa yang Maisya lakukan? “Kembalikan semua barang bawaannya dan jangan ada yang menyentuh walau untuk mencicipi makanan, kembalikan dan jangan ada yang tersisa di rumah ini.” Aku dapatkan cerita ini dari kak Dahlia yang meneleponku.

Mendengar semua ini, tak terasa air mataku menetes membasahi pipiku. Padahal aku adalah lelaki yang selama ini selalu berpantang untuk menangis. Saat itulah aku mulai yakin bahwa Maisya harus kudapatkan, sekali pun harus menghadapi hal-hal yang menyakiti hatiku.

***

Beberapa hari kemudian aku mendapat telepon dari seorang ibu yang mengaku bibi Maisya. Ketika kutanya namanya dia tak mau menyebutkan. Malah dia nyerocos panjang lebar tentang acara lamaranku kepada Maisya. Dengan nada sinis dan tinggi dia mulai merayuku untuk membatalkan lamaranku. “Saya kasih tau ya! Kamu kan baru bekerja belum satu tahun, belum punya rumah dan mobil. Sedangkan Juli Jajuli (bukan nama asli) kan sudah punya kerjaan, rumah besar, mobil ada dua. Jadi, kamu batalkan lamaran. Biar Maisya menerima lamaran Jajuli. Kamu kan bisa cari yang lain.”

Hhh! Betapa mendidih mendengar ocehan sinis itu. Tapi aku langsung kontrol diri. Aku jawab dengan suara pelan dan sopan bahwa aku akan terima hal itu dengan ikhlas tanpa ada paksaan dari siapa pun. Sebelum kudengar langsung dari mulut Maisya, aku tak akan pernah membatalkan lamaranku. Gubrakkkk!, terdengar suara gagang telepon dibanting, padahal jawabanku belum selesai.

Suatu hari di tengah kesibukanku, datanglah seorang wanita sekitar umur 25-30 tahun ke kantorku. Tanpa permisi dan sopan santun dia menghampiriku, “Kamu yang melamar Maisya? Kamu tuh ga tahu diri ya? Belum jadi menantu saja sudah belagu,” cerocosnya.

“Mohon tenang dulu, apa masalahnya? Ayo kita duduk dulu di sini jelaskan dengan pelan,” sambutku dengan sabar.

“Kamu tuh kalo ngasih alamat yang jelas, biar mudah dicari, saya sudah muter-muter mencari alamatmu tapi ternyata tidak ketemu-ketemu, apa kamu mau mempermainkan kami?” tukasnya sambil menunjukkan kartu namaku.

“Apa tadi ente tidak tanya sama orang-orang?” tanyaku.

“Tidak!” jawabnya ketus.

“Ya jelas pasti kesasar, seharusnya ente tanya-tanya dong,” sahutku.

“Aaah udah deh jangan banyak alasan,” jawabnya. “Eh aku kasih tau ya, kau tuh jangan pernah macam-macam dengan keturunan Nabi, kuwalat loh!”, ancamnya.

Dengan sedikit senyum kujawab ancamannnya, “Kalo Nabi punya keturunan seperti ente, pasti Nabi akan sangat marah pada ente. Wanita kok pakai celana jeans, kaos ketat, dan tidak berjilbab. Nabi tentu akan malu jika punya keturunan seperti ente.” Wanita itu kabur sambil ngomel-ngomel entah apa yang dia katakan.

Kejadian itu membuat hatuku semakin was-was dan khawatir. Kalau demikian dengkinya mereka dengan pernikahanku bersama Maisya, maka bisa jadi mereka akan lebih jauh lagi dalam memberikan “teror”. Akankah mereka menghalangiku sampai pelaksanaan hari “H”? Wallahu a’lam.

Yang jelas sebelum aku tanda tangan surat nikah yang disediakan penghulu, maka aku belum bisa menentukan bahwa Allah takdirkan aku menikahi Maisya. Semuanya bisa terjadi. Sabarkanlah diriku ya Allah.

Dari telepon pula aku tahu bahwa Maisya sempat disidang oleh keluarga besarnya untuk membatalkan pernikahan denganku. Tapi dia lebih memilih akan kabur dari rumah dan tetap menikah denganku. Padahal keluarganya memberi pilihan: batal nikah atau putus hubungan keluarga.

***

Undangan mulai kucetak. Sederhana sekali karena aku memang tidak punya biaya banyak untuk pernikahan ini. Aku tidak punya saudara di kota tempat Maisya tinggal. Jadi undangan yang banyak hanya untuk keluarga, tetangga, dan kenalan Maisya.

Hari H semakin dekat. Persiapan juga semakin matang. Aku terharu lagi ketika ditanya, “Akhi siapnya ngasih berapa untuk persiapan ini? Tapi jangan merasa berat dan terpaksa, kalau tidak ada ya nggak apa-apa.” Aku hanya bisa tergagap menjawabnya. Ku katakan bahwa aku akan mendapat sumbangan dari kantorku tapi perlu proses untuk cair, jadi sementara aku hanya bisa beri sedikit. Itu pun sudah kupaksakan pinjam ke sana-sini. Tapi Maisya menyambut hal itu dengan tanpa cemberut sedikitpun. Subhanallah.

Panitia pernikahan dari ikhwan sudah aku siapkan. Aku bertekad bahwa pernikahan ini harus seislami mungkin, di antaranya memisahkan antara tamu pria dan wanita walau mungkin akan mendapatkan respon yang bermacam-macam. Aku tak peduli.

Keluarga Maisya pun tak tinggal diam. Di antara mereka ada yang memintaku agar busana Maisya pada saat penikahan nanti adalah busana pengantin pada umumnya. Astaghfirullah, usulan yang sangat berlumuran dosa. Jelas kutolak mentah-mentah.

Ada juga yang nyeletuk agar pernikahan kami dihibur dengan orkes atau musik gambus dan yang sejenisnya. Tapi itu pun aku tolak. Ternyata sampai mendekati hari H pun aku harus beradu urat syaraf dengan mereka.

Tibalah saatnya kegelisahanku yang paling dalam. Aku sedang berpikir bagaimana jadinya jika ada yang mengacaukan pernikahanku. Aku punya seorang saudara marinir. Aku telepon dia dan kuwajibkan datang. Kalau perlu pakai seragam resmi lengkap. Aku akan jadikan dia sebagai pengamanan tambahan. Karena pengamanan Allah lebih kuat, bahkan tidak perlu ada pengamanan tambahan. Itu hanya ikhtiar saja. Malam hari “H” dia datang dan siap menghadiri acara nikah besoknya.

Aku minta bantuan teman lamaku untuk mengantarku pakai Kijang. Teman senior kantorku yang sudah aku anggap orang tuaku juga siap mengantar pakai Panther, bahkan dialah yang akan memberi sambutan dari pihak mempelai pria.

Dengan sedikit gemetar dan mata sedikit basah, aku lalui proses ijab kabul yang sederhana tanpa disertai ritual-ritual yang tidak ada dasarnya seperti sungkem, injak telor, membasuh kaki, dan sebagainya.

Tangisku meledak ketika berdua dengan Maisya untuk pertama kalinya. Tangis makin dahsyat saat aku menghadap ibuku. Kupeluk erat-erat ibuku, kakakku, dan saudara yang mendampingiku.

Subhanallah, aku sudah menjadi seorang suami. Aku menjadi kepala keluarga yang didampingi oleh Maisya yang aku dapatkan dengan “darah dan air mata”. Akhirnya kulalui rumah tangga ini dengan segala bunga rampainya sampai dikaruniai beberapa anak yang lucu-lucu. Semoga dapat aku lalui kehidupan ini dengan diiringi bimbingan dari yang Maha membolak balikkan hati, sehingga hatiku tetap teguh dengan agama-Nya.

Suami Maisya

Diambil dari Buku “Semudah Cinta Di Awal Senja” Terbitan Nikah Media Samara

Read More...

Selasa, 05 Agustus 2008

Pak Samun

Pada hari Minggu hujan rintik – rintik. Siang itu seharusnya Pak Samun mencangkul di sawah Pak Jebul. Pak Jebul adalah mantan Kepala Desa Srowot. Karena hujan Pak Samun tidak berangkat mencangkul, waktu yang ada dimanfaat kan untuk mengasah cangkulnya.

Terdengar suara sepeda motor mendekat, dan akhirnya memasuki halaman depan rumah Pak Samun yang berpagarkan gedeg bambu.

“Permisi Pak” Orang yang baru turun dari sepeda motor itu menyapa. Pak Samun berdiri dan segera mempersilakan orang tersebut masuk.

“Monggo silakan masuk Pak” sambut Pak Samun sambil mengakancingkan dan merapikan bajunya.

“Monggo Pak sialakan masuk. Ada keperluan apa Pak, dan dari mana ?” Pak Samun bertanya.

“Ahh saya cuma numpang berteduh, bolehkan Pak?” Sahut orang yang baru datang itu.

“Boleh – boleh Pak, silakan masuk – silakan masuk” Pak Samun menyambut tamu yang tidak dikenal itu dengan tergopoh.

Segera istri Pak Samun membuatkan kopi untuk menghangatkan badan. Tak ketinggalan gorengan singkong yang baru nyabut di belakang rumah.

Pak Samun, istrinya dan orang itupun akhirnya terlibat pembicaraan yang ganyeng, beberapa pertanyaan orang itu menanyakan keadaan masyarakat di desa tersebut. Tadinya Pak Samun merasa heran dengan beebrapa pertanyaan tersebut, tetapi segera dulupakannya keheranan tersebut. Setelah hujan berhenti orang tersebut pamitan untuk pulang.

“Kalau boleh tau siapa namanya Pak?” Pak Samun bertanya, pertanyaan yang dari tadi disimpannya karena selalu dirasa tidak ada waktu yang tepat untuk menyampaikannya.

“Oooh iya nama saya Nirwan Prayitno” jawab orang itu. Setelah berjabat tangan orang itupun berlalu dengan sepeda motornya.

Setelah 3 hari berlalu secara tidak sengaja istri Pak Samun melihat foto di Koran bungkus cabe, setelah diamati ternyata foto itu mirip dengan orang yang bertandang 3 hari lalu. Setengan teriak istri Pak Samun memanggil suaminya dan menunjukan foto di secarik koran itu. Setalah dibaca ternyata orang itu adalah Bupati mereka sendiri, Pak Samun dan istrinyapun saling pandang dan tak terasa menitikan air mata bahagia.

Itulah kegiatan – kegiatan di waktu senggang sang Bupati yang menyempatkan untuk melihat kondisi dari warganya secara langsung tanpa diketahui. Hal tersebut sangat bermanfaat untuk menentukan arak kebijakan yang akan diambil. Dengan merasakan dan melihat sendiri kondisi nyata dari rakyatnya bisa menyadadarkan dan sebagai pengingat bahwa jabatan adalah amanah yang harus diemban untuk kepentingan rakyat.

Pada suatu hari sang Bupati meminta rakyatnya untuk memberikan bantuan sumbangan bencana yang terjadi di daerah lain. Rakyat yang sangat mencintai pemimpinnya itupun dengan berbondong – bondong memberikan bantuan untuk bencana tersebut. Begitupun dengan kebijakan – kebijakan lain selalu dipatuhi dan dengan semangat rakyatnya mematuhi sang Bupati.

Itulah potensi dari rakyat, potensi yang sangat besar asal bisa menggerakannya. Jika seorang pemimpin memberikan sesuatu maka rakyat akan membalas dengan beribu – ribu kali lipat. Bisa dibayangkan jika potensi terpendam dari 200 juta rakyat Indonesia bisa digerakan, maka tiada hal yang tidak mungkin kecuali menghidupkan orang mati.

Read More...

Senin, 04 Agustus 2008

Cirebon - Indramayu

Pasar tumpah adalah pasar yang sering disebut sebagai pasar dadakan yang tidak setiap hari ada dan mereka berjualan di jalan atau pinggir jalan. Tetapi kalau kita melewati jalan antara cirebon dan indramayu ada pasar yang mengambil tempat di pinggir jalan. Bukan pasar yang musiman atau pasar yang dadakan tetapi pasar yang tiap hari ada dan sepanjang hari, 7 hari dalam seminggu. Pasar ini sudah ada sejak lama sekali dan berada di jalan utama yang mana sering dilewati bis antar kota antar propinsi dan juga truck – truck besar. Separuh badan jalan menjadi tempat berjualan dan juga becak – becak yang berjejer yang kadang sampai 4 becak. Padahal dibelakang mereka berjaulan terdapat kios – kios yang kosong tanpa penghuni yang disediakan untuk para pedagang tersebut.

Bagi para sopir bersiaplah menurunkan gigi transmisinya untuk berjalan lambat sekali untuk melewati daerah tersebut. Bagi orang yang baru melewati jalan tersebut tentulah hal tersebut sangat menjengkelkan. Bagaimana mungkin hal yang sangat mengganggu perjalanan tersebut terjadi untuk kurun waktu yang sangat lama. “Apakah pimpinan atau pejabat daerah tersebut telah buta tuli sehingga membiarkan hal tersebut terjadi?” Itulah keluhan orang – orang sangat kesal akan hal tersebut.

Apakah hal tersebut kesalahan para pemimpin didaerah tersebut yang membiarkan itu terjadi? Mar kita lihat hal lain yang juga terjadi. Sebelum Pasar Karang Ampel ada 2 pembangunan masjid, untuk meminta sumbangan dari para pengendara yang lewat jalan tersebut mereka menutup jalan tersebut ½ badan jalan sehingga jalan yang seharusnya bias dilewati 2 mobil bersamaan menjadi 1 mobil saja yang bisa lewat untuk samping kanan atau samping kiri. Kita tentu heran mengapa untuk meminta sumbangan pembangunan masjid harus dengan cara – cara seperti itu dimana sangat menganggu siapa saja yang melewati jalan tersebut. Belum lagi keselamatan jiwa dari para peminta sumbangan yang ada di tengah jalan.

Ada lagi keributan antar kampung atau antar seberang jalan yang sudah menjadi sesuatu yang lazim terjadi di daerah tersebut. Hal ini tentu menggambarkan betapa kerasnya karakter masyaraakat daerah tersebut. Sebuah karakter yang primitive seolah tanpa tersentuh kemajuan zaman dan peradaban modern umat manusia. Mereka acuh dan tanpa rasa bersalah walau hal tersebut telah mengganggu kepentingan umum dan mengganggu sesama manusia yang lain. Bukankah hak kita sebagai manusia juga dibatasi oleh hak orang lain. Kita harus saling menghormati sesama manusia dan jangan saling menang sendiri.

Cirebon dan Indramayu bukanlah daerah pedalaman yang tidak tersentuh tekhnologi. Disana ada Pertamina baik hulu ataupun hilir sekaligus. PT. Pertamina EP Region Jawa sebagai unit operasi hulu dan PT. Pertamina UP VI Balongan sebagai unit operasi hilir. Selayaknyalah perusahaan – perusahaan yang ada bisa ikut andil dalam memajukan masyarakat setempat. Pendidikan adalah hal yang mutlak sehingga manusia bisa befikir lebih logis. Hal ini perlu terus didorong sampai pada saatnya nanti masyarakat bisa menjadi subjek dan tidak terus menerus menjadi objek apalagi menjadi korban dari pembangunan itu sendiri.

Read More...